PURWAKARTA, Beritategas.com – Sekalipun perhelatan pemilukada serentak 2024 baru akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang, namun bagi hitungan politik bukanlah waktu yang lama sehingga dapat dirasakan atmosfer kontestasi mulai terasa menghangat. Baliho para bakal calon bupati mulai banyak terpasang. Terlihat pula upaya komunikasi politik yang kian intens, mengenai siapa saja bakal calon bupati-wakil bupati yang akan berlaga.
Melalui sambungan seluler, Wahyu Hidayat, Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta sekaligus Presidium ANP mengatakan bahwa Pilkada 2019 meninggalkan catatan tersendiri dimana saat injury time terjadi pasangan bakal cabup/ cawabup gagal berlaga lantaran terdapatnya rekomendasi ganda dari salah satu partai pengusung. Tentu hal ini bisa saja terjadi lagi atau kemudian para kontestan merasa bahwa pasukan pendukung tidak bekerja maksimal sekalipun supply logistik banyak diberikan.
“Dalam pilkada seribu satu kemungkinan dapat terjadi. Manuver politik pusat, infiltrasi atau bisa saja terjadi pelemahan dari dalam sehingga seolah bertempur tapi tidak untuk menang. Apapun bisa terjadi”, ujarnya.
Berdasarkan putusan MK, sejak Pilkada 2005 semua parpol diperbolehkan mengusulkan pasangan calon termasuk untuk parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD, sepanjang parpol atau gabungan parpol bisa mengumpulkan akumulasi suara sah sesuai persyaratan yang ditetapkan undang-undang.
Selanjutnya dengan adanya upaya uji materi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (Undang-Undang Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 melahirkan sebuah harapan bahwa partai non parlemen bisa saja menjadi partai pengusung, bukan hanya pendukung.
“Partai pengusung berbasis suara membutuhkan 25% dari total suara sah atau 144.302 suara maka posisi 8 partai non parlemen setara dengan 19,6% dan tinggal butuh sejumlah 116.018 suara lagi untuk dapat mengusung bakal calon bupati-wakil bupati. Hal ini tentunya patut menjadi pertimbangan bagi para bacabup maupun bacawabup”, tambah Wahyu.
Setidaknya ada 3 hal yang perlu untuk dipertimbangkan. Pertama, Secara psikologis akan menguatkan sugesti bagi pemilih untuk mencoblos pasangan yang didukung oleh begitu banyak parpol karena dianggap lebih kredibel. Kedua, Delapan partai non parlemen ini tentu belajar banyak dari pileg Februari yang lalu. Dengan dukungan logistik yang memadai bukan mustahil mesin partai dapat dihidupkan dengan lebih sporadis dan militan untuk meraup suara dan merasakan kemenangan pula. Dan ketiga, Upaya memperjuangkan dengan sungguh-sungguh suara konstituen secara bersama-sama sehingga tak hanya menjadi pendukung ataupun penonton perhelatan pilkada dapat saja menjadi bara yang mengobarkan semangat solidaritas maupun soliditas yang menarik simpati masyarakat sehingga berbuah kemenangan bagi calon yang mereka usung.
Dalam waktu dekat partai-partai yang tergabung dalam Aliansi Non Parlemen Purwakarta segera membuka pendaftaran bagi para bakal calon bupati Purwakarta.
“Dalam kontestasi, menang kalah adalah hal biasa. Banyak faktor penyebabnya. Yang membedakannya mungkin saja perlakuan atas suara itu sendiri.
Memperjuangkan kepercayaan masyarakat hingga titik akhir sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan suara yang partai-partai non parlemen peroleh sekalipun kecil peluangnya tentu menjadi nilai positif bagi suksesnya pilkada yang berintegritas. Partai hanya alat yang akan dipergunakan sebesar-besarnya untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat baik saat berada di dalam maupun di luar pusaran kekuasaan”, pungkas Wahyu menutup pembicaraan.
Pewarta : Trisna M.A.
Editor : Widiyo P