KAYUAGUNG – Bupati Ogan Komering Ilir, H. Iskandar, SE menggelar dialog dengan perwakilan mahasiswa dan perwakilan petani di ruang kerjanya, Kamis, (6/8/20).
Ancaman di demo dan akan dikepung kantornya tidak menyurutkan Iskandar untuk mencari jalan keluar terhadap sejumlah permasalahan konflik lahan dan bantuan sosial Covid-19 di Ogan Komering Ilir.
Diskusi dalam audiensi itu berlangsung Hangat. Perwakilan Mahasiswa OKI, Andi Leo tak ragu untuk mengajukan berbagai pertanyaan kepada Iskandar terkait perhatian Pemkab OKI terhadap mahasiswa pada masa Covid-19 dan dukungan Pemkab OKI untuk kegiatan Mahasiswa OKI.
“Soal bantuan itu perlu juga dipahami mekanisme keuangan pemerintah. Tidak bisa ujuk-ujuk berikan bantuan tanpa dasar tentu harus teranggar dan terencana jadi usulkan se tahun sebelum anggaran berjalan,” Jelas Iskandar.
Terkait bantuan Pemkab terhadap mahasiswa asal OKI yang terdampak Covid-19, Iskandar mengajak dan menggandeng mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa OKI (IMOKI) untuk sama-sama mendata mahasiswa yang ada by name by address.
“Hayo sama-sama kita lengkapi datanya karena terkait bantuan Covid ini tentu harus tepat sasaran,” ujarnya.
Dede Chaniago Sekjen Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) meminta Bupati OKI untuk mencabut izin PT Bumi Harapan Palma (BHP) di Wilayah kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan OKI karena dinilai berada pada kawasan gambut.
Dedek juga meminta Bupati meninjau ulang perjanjian antara masyarakat tiga desa di Kecamatan Air Sugihan OKI; Marga Tani, Tirta Mulya dan Dusun Tepung Sari dengan PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT SAML) serta persoalan plasma warga desa Ulak Kapal Kecamatan Tanjung Lubuk
Menjawab itu Bupati Iskandar menegaskan pihaknya sangat berhati-hati dalam mengeluarkan izin kepada perusahaan.
Terkait izin PT BHP, dijelaskan Iskandar awalnya izin lokasi tersebut didasarkan atas permintaan masyarakat setempat untuk dibangunkan kebun plasma kelapa sawit.
Pemkab OKI tambah dia, sudah meminta pertimbangan baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
“Hasil telaah dari KLHK, kawasan tersebut diluar peta indikatif penundaan pemberian izin baru dan hasil identifikasi Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel areal itu bukan hutan primer ataupun gambut dalam. Jadi kami sangat hati-hati dalam mengeluarkan izin,” terangnya.
Untuk pencabutan izin perusahaan jelas Iskandar tidak perlu dicabut karena telah habis masa izin per Mei/Juni 2019.
Terkait persoalan lahan 75 Hektar yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat sesuai dengan perjanjian antara perwakilan masyarakat Air Sugihan dengan PT SAML pada 2017 lalu, dikatakan Iskandar, Pemkab OKI siap memfasilitasi persoalan tersebut dengan terlebih dahulu mendengarkan langsung aspirasi dan keinginan masyarakat Air Sugihan.
“Kita ingin dengar langsung keinginan masyarakat disana terkait kesepakatan terdahulu itu. Peran Pemda di sini adalah fasilitator. Untuk kasus ini sudah sering kita lakukan mediasi,” terang Iskandar.
Pemkab tegasnya akan mendampingi masyarakat jika harus menempuh jalur hukum atau mendatangkan lagi Komnas HAM untuk tinjau ulang perjanjian itu.
Sedangkan persoalan plasma kelapa sawit PT Tania Selatan bagi Warga Desa Ulak Kapal dan Tanjung Baru Kecamatan Tanjung Lubuk dikatakan Iskandar, pada prinsipnya perusahaan siap membangunkan plasma asal masyarakat menyiapkan lahan dan untuk kebun inti di Burnai Barat sudah dilakukan ganti rugi kepada pemilik lahan.
Lalu sehubungan dengan adanya aduan penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) di tiga kecamatan, Pedamaran, Pampangan, Pangkalan lampam ditegaskan Iskandar, Inspektorat OKI sudah diperintahkannya untuk lakukan audit atas permasalahan itu.
Reporter : Nurlis Oktori
Editor : Firman