JAMBI, Beritategas.com – Proses sistem peradilan pidana terkadang menimbulkan kematian bagi pelaku kejahatan. Ketika kematian sebagai akibat dari tindakan orang atau kelompok atas otoritas negara, dilakuan tanpa dasar putusan pengadilan yang berwenang, maka dapat disebut sebagai Extra Judicial Killing.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, dari tahun 2018 hingga 2020, telah terjadi 241 kasus dugaan extra judicial killing dengan jumlah korban jiwa sebanyak 305 orang. Sebanyak 80% tidak ada tindak lanjut proses hukum? Hal ini disampaikan Prof. Usman dalam orasi ilmiahnya pada Rapat Terrbuka Senat Universitas Jambi Pengukuhan Guru Besar, Rabu (19/02/2025).
Prof. Dr. Usman, S.H., M.H dalam orasi Ilmiah menampilkan Judul: “Rekonstruksi Pasal Tentang Pembunuhan: Gagasan Pengaturan Extra Judicial Killing Yang Adil Dan Pasti”.
Menurut Prof. Usman, extrajudicial killing adalah pembunuhan yang dilakukan oleh aparat negara tanpa melalui proses pengadilan.
Jadi extra judicial killing adalah pembunuhan di luar hukum atau putusan pengadilan yang disengaja serta dilakukan atas perintah atau dengan keterlibatan pejabat negara. Motifnya bersifat kompleks dapat berupa politik, pemberantasan kejahatan, memudahkan penangkapan.
Lebih lanjut, dalam orasi ilmiah tersebut Prof. Usman membeberkan tentang Fenomena Kejahatan. Kejahatan terjadi pada setiap waktu dan tempat. Kejahatan ada sejak generasi pertama manusia di bumi (Kisah Kabil dan Habil). Kemudian kejahtan cenderung meningkat jumlah, kualitas dan Korbannya dari tahun ke tahun. Kejahatan problem kemanusiaan yang dihadapi oleh setiap negara di dunia.
Prof. Usman, mengemukakan beberapa kasus extra judicial kiling di Indonesia, seperti:
-Kasus pembunuhan terhadap pelaku peristiwa G 30 S PKI 1965;
-Kasus penembakan Nurdin (2014) dan Sinyono (2016) keduanya terduga
terorisme;
-Penembakan yang mengakibatkan matinya 6 Laskar FPI (2020);
Upaya penanggulangan kejahatan menjadi bagian dari kebijakan strategis dari setiap negara. Akan tetapi keadilan dan kepastian hukum merupakan konsep yang harus dikedepankan.
”Dalam kasus extra judicial killing tidak sekedar tersedianya pasal pembunuhan, tetapi harus dikonstruksikan sebagai jenis pembunuhan tersendiri, yaitu extra judicial killing, yang didukung sanksi yang proporsional, dari sisi korban, pelaku dan masyarakat,” harapnya.
Kemudian menurut Prof. Usman, ”Belum adanya pengaturan secara khusus extra judicial killing dalam KUHP Indonesia mengakibatkan prinsip keadilan dan kepastian hukum tidak terpenuhi dalam penanganan kasus-kasus yang terjadi. Karena peraturan tentang Pembunuhan (Pasal 338 KUHP Lama), Demikian Juga Pasal 458 KUHP Baru, masih dirumuskan secara umum dan tidak dirancang untuk extra judicial killing”.
Melalui Rekonstruksi pasal pembunuhan dalam KUHP Baru diharapkan dapat mencegah terjadinya Extra Judicial Killing dan dapat lebih menjamin terwujudnya kepastian hukum dan keadilan.
Dengan Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi semoga Prof. Usman dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya dalam Bidang Hukum Pidana dan Peradilan Pidana di Indonesia dan provinsi Jambi khususnya.
Selamat & Sukses Prof. Usman
Kunjungi : www.unja.ac.id.
Pewarta: A.Erolflin
Editor: Firman