Fitria Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum, dengan Disertasi “Pentingnya Pengembalian Kerugian Negara”

JAMBI, Beritategas.com – Fitria dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada program studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi (UNJA) dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pengembalian Kerugian Negara Akibat Penyalahgunaan Wewenang Untuk Mewujudkan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)” dihadapan tim penguji pada sidang terbuka promosi Doktor, dilaksanakan di Ruang Prof. Dr. Bahder Johan Nasution, S.H., M.Hum. Pasca Sarjana Universitas Jambi, Jumat (26/10/2024).

Ujian promosi ini dipimpin Dr. Hj. Muskibah, S.H., M.Hum., dengan Prof. Dr. Febrian, S.H., M.S. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya sebagai penguji eksternal, Dr. Dwi Surya Hartati, S.H., M.Kn. sebagai sekretaris. Dr. Hartati, S.H., M.H., Dr. A. Zarkasi, S.H., M.Hum., dan Dr. H. Syamsir, S.H., M.H., Penguji sementara promotor dan co-promotor adalah Prof. Dr. Sukamto Satoto, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Helmi, S.H., M.H.

Bacaan Lainnya

Menurut Fitria, Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk (1) mengkaji harmonisasi pengaturan kerugian negara akibat penyalahgunaan wewenang. (2) penyalahgunaan wewenang akibat tindakan pemerintah yang menimbulkan kerugian negara, serta (3) menganalisis konstruksi hukum yang mendukung pengembalian kerugian negara sebagai upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

Penelitian menggunakan metode normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan, kasus, dan interpretasi hukum positif secara deskriptif, sistematis, dan eksploratif.

Dalam paparan disertasinya, Fitria melakukan kajian mendalam tentang efektifitas mekanisme pengembalian kerugian negara di Indonesia.

“Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa meskipun sudah ada sejumlah regulasi yang mengatur mengenai pengembalian kerugian negara, namun dalam praktiknya masih terdapat sejumlah kendala, salah satu kendala utama adalah tumpang tindihnya kewenangan antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses pengawasan dan penetapan kerugian negara, dan juga mekanisme pengembalian penyelesaian kerugian negara akibat penyalahgunaan wewenang masih belum efektif,” tegas Fitria.

Pejabat yang terbukti menyalahgunakan wewenangnya diwajibkan mengembalikan kerugian keuangan negara, prosedur pengembalian kerugian negara diatur dalam beberapa undang undang seperti UU No. 15 Tahun 2004, UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 15 Tahun 2006, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 30 Tahun 2014, namun aturan mengenai jangka waktu pengembalian kerugian belum konsisten dan jelas. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pengaturan pengembalian kerugian negara.

Ia menyarankan agar kewenangan BPK sebagai lembaga yang berwenang menetapkan kerugian negara dipertegas dan jangka waktu proses pengembalian kerugiannya.

Kemudian dalam hal Lembaga Pengawas yang berwenang dalam menetapkan kerugian negara internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus lebih dipertegas dikarenakan sesuai amanat UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang menetapkan kerugian negara.

Selain itu, sesuai amanat UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memuat jangka waktu pengembalian kerugian negara akibat penyalahgunaan wewenang harus dikaji ulang agar memuat kepastian hukum.

Ditambahkan Fitria, mekanisme mengenai pengembalian kerugian negara dan jangka waktu pengembaliannya belum konsisten pengaturannya.

“Berdasarkan amanat UUD 1945 BPK merupakan lembaga yang berwenang dalam menetapkan kerugian negara. Dalam mekanisme pengembalian kerugian negara dan aturan mengenai jangka waktu pengembalian kerugian negara baik oleh pejabat pemerintah, bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara dalam berbagai undang-undang tersebut belum konsisten dan jelas, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum,” ujarnya.

Untuk penguatan APIP sesuai amanat UU Administrasi Pemerintahan (AP) dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tindak lanjut dari pasal 20 UU AP agar tidak menyebabkan salah tafsir terhadap kewenangan APIP dan BPK.

Menurut Fitri, meskipun audit investigatif dapat dilakukan oleh berbagai lembaga (seperti APIP), kewenangan menetapkan jumlah kerugian negara secara legal dan final harus sepenuhnya berada di bawah BPK.

”BPK perlu dipertegas sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan kerugian negara secara final. Dengan aturan yang lebih jelas, proses pengawasan dan penindakan terhadap penyalahgunaan wewenang akan berjalan dengan lebih efisien dan transparan,” tutupnya.

Selamat & sukses untuk Dr. Fitria.

Kunjungi : www.unja.ac.id.

Pewarta: A.Erolflin
Editor: Firman

Ikuti Kami di :
banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.