PALEMBANG, – (Beritategas) – Dimana ada gula disitu ada semut, pepatah ini menggambarkan wujud eksistensi pinjaman online yang makin digemari belakangan ini.
Di Tengah situasi pandemi Covid-19 yang saat ini masih berlangsung, secara langsung juga berdampak terhadap keadaan perekonomian masyarakat Indonesia. Kemudahan dan proses yang cepat dalam pencairan dana pinjaman sangat menggiurkan bagi sebagian masyarakat yang membutuhkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang sifatnya primer, sekunder maupun tersier.
Pertumbuhan industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending atau yang dikenal dengan pinjaman online, tampak semakin tajam di era new normal.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pembiayaan atau besar sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga, denda, dan penalti dari 147 platform P2P lending mencapai Rp19,04 triliun per Maret akhir 2021.
Dengan kata lain, outstanding industri fintech P2P lending tercatat tumbuh sebesar 28,7 persen (year on year/yoy). Bahkan, kenaikannya sejak awal tahun terbilang melompat, sekitar 24,36 persen (year-to-date/ytd) dari nilai outstanding Rp15 sampai Rp16 triliun pada Desember 2020 sampai Februari 2021.
Namun ironinya dengan pertumbuhan pinjaman online tersebut, melahirkan permasalahan baru bagi masyarakat yang tidak mampu melunasi hutangnya dikarenakan besarnya bunga pinjaman yang harus dibayar.
Sebagian masyarakat yang meminjam melalui pinjaman online tidak memahami regulasi terkait pinjaman online ini, bahkan tidak mengetahui mana platform (penyedia jasa) pinjaman online yang terdaftar/berizin pada Otoritas Jasa Keuangan dan yang tidak terdaftar/berizin.
Alhasil, kasus jeratan hutang pinjaman online harus dialami oleh masyarakat, seperti yang menimpa salah seorang guru honorer di Semarang dan penjual bubur di Makassar karena tidak mampu melunasi pinjamannya.
Praktisi hukum kota Palembang, Ferdiyan Ganesha, S.H. saat dijumpai awak media menyampaikan, bahwa pinjaman online itu diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Ganesha mengingatkan agar masyarakat memperhatikan beberapa hal agar tidak terjerat dengan bunga pinjaman yang besar sehingga tidak mampu melunasi hutangnya.
“Hal yang paling penting yang diatur dalam POJK tersebut yakni peminjam harus memastikan legalitas penyedia jasa pinjaman online tersebut. Karena penyedia jasa yang resmi itu statusnya terdaftar/memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan bisa dilakukan pengecekan di melalui situs OJK,” ungkapnya. Jumat (18/6/2021).
Lanjut dikatakannya, Penyedia jasa pinjaman online yang resmi memiliki kantor yang jelas alamatnya, memiliki nomor telepon dan email yang dan bisa diakses oleh siapapun.
“Jadi bila masyarakat mendapat tawaran pinjaman online tapi si penyedia jasa tidak dapat menunjukan lokasi kantornya maka sudah dapat dipastikan bahwa statusnya tidak terdaftar/berizin dari OJK,” imbuhnya.
Ganesha melanjutkan, di dalam POJK 77/2016 juga diatur bahwa dalam berinteraksi dengan calon peminjam melalui ponsel atau smartphone, penyedia jasa hanya boleh mengakses kamera, mikrofon dan lokasi dengan seizin calon peminjam,”Sehingga diluar dari tiga hal tersebut tidak boleh diakses oleh penyedia jasa pinjaman online,” katanya.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya, pengacara muda ini mengingatkan bahwa dalam code of conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), telah diatur total biaya pinjaman tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8% per hari. Dan jumlah total biaya baik biaya keterlambatan pelunasan dan seluruh biaya lain jumlahnya maksimum 100% dari nilai pinjaman.
“Penyedia jasa pinjaman online illegal akan mengenakan bunga pinjaman melebihi dari 0,8%, dan hal ini tidak diketahui oleh masyarakat sehingga dimanfaatkan oleh penyedia jasa pinjaman online ilegal tersebut,” tambahnya.
Menutup pembicaraan, pengacara yang dikenal ramah ini berpesan apabila hendak melakukan pinjaman online kepada penyedia jasa pinjaman online yang resmi, pahami betul klausul-klausul perjanjiannya,”pinjamlah untuk keperluan yang produktif maksimal 30% dari penghasilan dan jangan meminjam uang melalui pinjaman online untuk keperluan konsumtif semata,” pungkasnya.
Reporter : Suparji
Editor : Firman