KOMUNISME FOBIA ATAU WASPADA PKI ?

Akmal Kudus

KOMUNISME FOBIA ATAU WASPADA PKI ?
Oleh: Akmal Kudus

Komunis bangkit? Kok bisa ? demikian pertanyaan seorang ibu kepada anaknya yang mahasiswa. Si anak menjelaskan, PKI bangkit bukanlah hal yang mustahil. Mereka sudah berkali-kali sejak dulu survive kembali setelah seperti hilang. Si mahasiswa menjelas PKI di dirikan pada awalnya oleh orang senator Belanda yang berfaham komunis bernama Henk Sneevliet yang membangun partai ini sekedar untuk merubah arah pemerintahan Kapitalistik liberal di Belanda. Karena Indonesia adalah negeri jajahan Belanda pada waktu itu, mereka membangun partai komunis di Indonesia, merekrut sebanyak-sebanyak petani dan buruh jawa yang lugu dengan tujuan menekan pemerintah belanda, bukan untuk kemerdekaan Indonesia. Ketika mereka gagal berontak di tahun 1926 melawan pemerintahan di Belanda , mereka sempat di berungus. Para pemimpin Partai orang Belanda di kembalikan ke Belanda, pemimpin PKI yang utama “di buang” ke Moskow ( Muso dll ) dan sebagianlagi dibuang ke Boven Digul. . Namun dengan sigap pemimpin PKI kembali ke Indonesia di tahun 1935 dan di tahun 1945 berperan lagi menyusup ke dalam pemerintahan Indonesia yang baru merdeka. Di tahun 1948 berontak lagi dan akhirnya di tumpas lagi. EE.. di tahun 1955 mereka muncul lagi bahkan menjadi salah satu partai pemenang pemilu pertama. Waktu itu PKI termasuk dalam 4 ( empat ) besar partai yang masuk konstituante. Setelah itu, mereka berontak lagi, akhirnya dengan menumpahkan banyak darah anak negeri, mereka pun dapat di tumpas. “ Kita lihat, “ kata si anak muda, “ PKI memang punya nyali untuk terus beradaptasi dengan keadaan…” katanya meyakinkan ibunya.
Menurut kita, apa yang disampaikan oleh si anak muda cukup menjelaskan bagaimana sebenarnya spirit kader PKI untuk tumbuh dan besar dengan taktik menjadi “ benalu” pada penguasa di Indonesia. Untuk kemudian setelah membesar, mereka berusaha untuk meng-coup kekuasaan itu untuk mereka sendiri. Ketika Mereka di hancurkan oleh Belanda pada pemberontakkan pertama, banyak pemimpin PKI yang jadi gelandangan politik di luar negeri krn tidak berani pulang. Dalam meoirnya Bung Hatta menyebutkan salah satu pimpinan tertinggi PKI waktu itu menemuinya di Belanda dan mengatakan bahwa PKi sudah “menyerahkan diri” kepada kaum nasionalis untuk dipimpin. Dalam arti yang lebih dalam, saat itu petinggi PKI menyatakan, PKI berlindung di balik perjuangan pergerakan kaum Nasionalis. Hatta mengatakan dia menerima pernyataan itu dan meminta mereka berjanji untuk tidak memaksakan ideologi dan faham mereka kepada rakyat Indonesia dan percaya serta patuh dengan pergerakan kaum nasionalis seperti Hatta, Soekarno, Syahrir dll. Pemimpin PKi itu menyatakan siap.

Dari situ kemudian kita melihat ketika kemerdekaan sudah di proklamirkan, mereka dengan mudah pula di terima kembali oleh kaum nasionalis yang saat itu sudah menjadi pemimpin-pemimpin negara. PKI cari akal untuk berperan karena mereka tidak berpengaruh di pemerintahan karena bukan termasuk golongan yang memerdekakan dan membentuk negara. Untuk mencari perhatian bahwa mereka masih kuat dan punya massa buruh tani yang militant, PKI memprovokasi para pemimpin dengan mengadakan demonstrasi massa di daerah-daerah. Menguasai perkebunan, menyingkirkan atau bahkan sampai membunuh para pemimpin di daerah khususnya di wilayah Jawa Tengah sampai Timur. Karena pemerintah Indonesia dalam keadaan masih lemah, dengan cepat Soekarno menghimbau PKI untuk bersatu dan masuk ke dalam pemerintahan waktu itu. Tidak lama, PKI ikut dalam kekuasaan bahkan salah satu pemimpin terkemuka mereka dapat menjadi Perdana Menteri yaitu Amir Syarifoeddin Harahap. Merasa kuat, karena kader mereka ribuan sudah menyusup dalam pemerintahan di pusat dan di daerah, satu saja pertentangan dengan kelompok lain di luar mereka- masalah Perjanjian Renville- Amir Syarifuddin terpental dari jabatannya dan kabinetnya di ganti dengan Kabinet Mohammad Hatta. Para pejabat PKI bawaan Amir yang sudah banyak menyusup di Institusi TNI, polisi , ASN akhirnya ikut pula di sapu oleh pemerintahan di bawah pimpinan Bung Hatta. Mereka marah, mereka berontak. Pemimpin tertinggi mereka , MUSO, sengaja di pulangkan dari Rusia untuk memimpin peberontakan yang di pusatkan dan di mulai dari Madiun sebagai daerah basis utama mereka…

Ketika pemberontakan itu kembali gagal dan hancur, mereka para pemimpin mudanya seperti Aidit, Nyoto, sudisman dll, cepat pula menyingkir dan cari “ cantolan ‘ baru untuk menyelamatkan diri. Mereka mendekati pemimpin utama pemerintahan yaitu Bung Karno yang mereka kenal tidak pernah mempermasalahakan eksistensi mereka karena getol akan persatuan bangsa.
Dengan segala cara dan rayuan mereka berhasil menyelamatkan keberadaan partainya. PKI tidak di bubarkan oleh pemerintah. Ketika Hatta menyingkir dari pemerintahan karena pertentangan tajam antara Hatta dengan niat Soekarno yang ingin menggalakkan Demokrasi Terpimpin dengan Soekarno lah sebagai pemimpin tertinggi. Hatta sudah menangkap isyarat tentang bagaimana Soekarno sudah banyak cenderung kepada pengaruh oknum PKI sehingga ingin mencetuskan pandangan politiknya tentang Indonesia yaitu konsep persatuan politik bangsa dengan konsep NASAKOM ( Nasionalis Agama dan Komunis). Hatta kuatir, sangat jelas dan gamblang bagaimana partai yang pernah berontak dengan membantai ribuan rakyat terdiri dari ulama dan santri , akhirnya dapat kembali muncul hanya dalam hitungan beberapa tahun saja setelah pemberontakan Madiun tahun 1948 itu. Namun begitulah sejarah kita, ambisi Soekarno yang seperti “naif” untuk mengenal karakter dasar komunisme yaitu Sosialisme Dialektika yang tidak mengenal kompromi dan berkerja sama dengan yang bukan sepaham dengannya, Soekarno lupa, bagi golongan komunis “ Yang kuat yang akan dapat bertahan dan berkembang”. Ini tidak mengherankan karena pada awalnya Karl Marx pencetus ide Komunisme menganggap pendapat Frederich Engels tentang seleksi alam sebagai mana pendapat Darwinisme dengan teori evolusinya , dianggap bagian dari argumentasi materialistis Karl Marx. Bagi komunis, pihak yang mengahlangi atau tidak sepaham dengan mereka adalah musuh, dan sesuai dengan prinsip seleksi alamiah, golongan yang tidak sepaham dengan mereka harus dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Kita lihat bagaimana Lenin dan Stalin membunuh puluhan juta rakyatnya sendiri, Mao Tse Tung membantai rakyatnya yang tidak sefaham, Polpot di kamboja dan bagaimana pemusnahan massal masnusia di Korea Utara. Mereka menganggap pembunhan dan pemusnahan itu wajar dan begitulah seleksi alam. Ini belum lagi ditinjau dari sisi keimanan, Soekarno sekali lagi buta oleh sanjung puji PKI sehingga melupakan bahwa ajaran yang “ meniadakan” Tuhan, yang sangat matrealistik, ideology yang sangat bertentangan dengan Pancasila 18 Agustus 1945 sebagai falsafah negara resmi hasil rembukan para pemimpin bangsa termasuk dirinya sendiri.
Karena kelihaiannya, PKI dapat menjadi kelompok yang paling berpengaruh terhadap semua kebijakan Soekarno. Mabuk dengan puja puji PKI, Soekarno “onani” dengan pemikiran sendiri sehingga kebablasan bertindak zalim yang sangat mengerikan. Di jaman itu dia manangkapi para pejuang yang bersama-samanya berjuang memerdekakakan negara. Dia membumkam Sutan syahrir dengan megasingkannya sampai meninggal dalam status tahanan, dia menangkap kawan-kawan seperjuangannya seperti Mohammad Natsir, Mr. Mohammad Roem, HAMKA, dll. Bahkan bung Hatta pun tak luput dari “ interniran” dilarang bicara di kampus-kampus nasional dan keluar negeri. Ini belum lagi penumpasan oleh tentara terhadap PRRI Semesta dll yang menumpahkan banyak nyawa rakyat. Padahal pada dasarnya PRRI dll itu adalah sebagai sebuah “ aksi protes” kepada pemerintah pusat yang berawal dari menolak PKI menjadi pendulum politik Soekarno sebagai pimpinan pemerintah pusat.

PKI membuat Soekarno mabuk berhalusinasi dengan kebesaran dirinya. Dengan mabuknya “ Pemimpin seumur Hidup “ itu, akhirnya membuat dia terlena dengan kebesaran pribadi yang digelembungkan PKI seperti balon. Di saat itu pula dengan sigap PKI membesarkan diri. Menyusup, mempreteli pihak manapun yang dapat menghambat dan merusak strategi dan cita-cita mereka. Sekejap, ya hanya sekejap saja, sejak dari tahun 1948 sapai menjelang akhir masa tumbangnya Orde lama 1966, PKi sudah tiumbuh menjadi partai terkuat saat itu. Seluruh institusi penting di pemerintahan , dialam Istana, di TNI, Polri, pegawai negara sampai organisasi massa pun sudah bercokol orang-orang PKI.
Penyakit lama kambuh. PKI kembali ingin meng-coup lagi untuk memegang kekuasaan sendiri. Mereka bersiap-siap sebelum Soekarno wafat untuk menguasai negara dan musuh yang paling mereka benci yaitu ummat Islam ulama-ulamanya, juga petinggi-petinggi Militer yang menganggap mereka musuh negara. Ketika melihat situasi sudah layak untuk unjuk kekuatan, mereka kembali menyerang. Petinggi TNI di bunuh, Kyai dan Ulama di bantai, santri dan pesantren di bunuhi dan diserang. Hanya keberanian para pemimpin Islam mempersatukan ummat dan para pemimpin militer yang masih cinta Republik, mereka akhirnya dapat melawan dan sekaligus mengalahkan PKI. Para pemimpin PKI di bunuh dan di hukum seumur hidup. Terlepas adanya kemungkinan infeltrasi atau bantuan pihak luar – dalam hal ini CIA nya Amerika- yang mungkin saja ada menjalinan komunikasi dengan pihak Militer, pemusnahan PKI tidak terlepas dari semangat utama rakyat Indonesia untuk melawan dan menghapus komunisme dari negara Republik Indonesia !…

Sekarang, di jaman kita, setelah lebih dari 30 tahun PKI di berantas, setelah negara resmi mencantumkan nya TAP MPR no.XXV tahun 1967 tentang penyebaran faham komunisme dan melarang aktivitas yang dapat membangkitkan lagi PKI, apakah masih kita perlu waspada seperti yang di tanyakkan seorang emak-emak kepada anaknya yang mahasiswa itu? Sangat mungkin, mengingat anak keturunan PKI sangat banyak, mereka menyimpan demdam kesumat atas kematian orang tua mereka dan “ diasingkan “ selama jaman Orde Baru. Sekarang setelah reformasi, mereka punya kesempatan sangat luas untuk bangkit. Dan satu-satunya partai besar yang punya sejarah sangat kuat berkerja sama dengan mereka yaitu partai nasionalisme sekuler adalah PDI-Perjuangan sebagai “ warisan “ Soekarno. Saat ini sudah banyak kabar dan rumor di terima masyarakat tentang beberapa orang berpaham Komunis dan berlatar belakang PKI mendapat kedudukan penting di pemerintahan, di TNI dan khususnya Polri dengan menggunakan PDI-P sebagai tunggangan politiknya.
Kenyataan tentang penyusupan itu belum lagi jika di lihat dari sisi bagaimana “ raja “ komunisme Dunia saat ini yang melebihi Rusia dan Korea Utara, yaitu Republik Rakyat Tiongkok ( RRT ) sangat kuat secara ekonomi dan politik. RRT sudah menjadi Super Power, bersaing dengan Amerika. Kerjasama antara Komunis China yang sudah punya history nya juga dengan pemerintah Orde Lama sebagai panutan pemerintahan kini dilanjutkan. Hal ini terlihat bagaimana di bangun Poros Jakarta – Peking di jaman Orla. Kita pun melihat bagaimana PDI-P sudah pula merapat dan berkerja sama dengan Partai Komunis China di awal-awal kebangkitannya setelah Reformasi. Berepa kader Inti PDI-P pun di ikutkan di kaderisasi di negeri Tirai bamboo itu. Melihat ini semua sangat wajar bila banyak kaum ulama dan pemimpin purnawirawan militer Indonesia menaruh curiga terhadap gerakan PKI. Apalagi pemerintahan di bawah Jokowi sejak 2014 sangat bergantung dengan bantuan China yang tentu saja “bantuan-bantuan” bukan sekedar bantuan. Disamping hutang itu berbunga tinggi dengan syarat masuknya para TKA dari China berkerja di Indonesia, pemerintah RRT berkepentingan untuk menguasai negeri kita yang kaya ini. Jalan utama mereka adalah pada awalnya adalah dengan jalan mengasuh dan membesarkan PDI-P dan pemerintahan Jokowi yang juga kader PDI-P. Hal ini bagi RRT berarti juga membesarkan orang –orang PKI, kader-kader komunis RRT yang sudah masuk dan menyusup dalam tubuh partai Nasionalis sekuler dan pemerintah RI saat ini. Terakhir, seperti kita ketahui, penyusup – penyusup itu membawa PDI-P ke dalam kancah politik dalam negeri dengan kondisi yang dilematis yaitu dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( HIP ) yang sangat jelas ingin memasukkan semangat sosialisme dialektika yaitu dengan mulai men “down grade” sila Ketuhanan Yang Maha Esa, urat tunggang Panasila, hanya sebagai ketuhanan yang berkebudayaan. Dan menjadikan “ Gotong Royong” sebagai Eka Sila ke dalam pemerintahan dan negara.

Tentunya kita jadi faham kenapa sampai umat Islam marah dan bergerak. Tentunya kita mengerti melihat banyak Purnawirawan TNI-Polri yang marah. Lalu, apakah kita semua terjangkit virus Communisme phobia ? tidak!. Kita hanya waspada !.
Penulis : Akmal Kudus ( Koresponden Dan Jurnalis )
Editor : Redaksi Beritategas.com

Ikuti Kami di :banner 300x250
banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.