PALEMBANG, – Beritategas.com – Menanggapi Putusan Hakim tunggal terkait Prapid (Praperadilan), Kuasa Hukum Pemohon menyayangkan Sidang putusan praperadilan terkait penetapan tersangka penganiayaan yang terjadi di Desa Santapan Barat Kecamatan Kandis Kabupaten Ogan Ilir (OI) dengan dihadiri pemohon selaku kuasa hukum Parahma dari kantor Elang Hitam Law Firm Rohadi S,Sy.
Dan dihadiri termohon sat reskrim polres ogan ilir dari Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) didampingi kuasa hukumnya dari Tim pengacara Polda sumatera selatan dalam hal ini bagian Bidkum. digelar di Pengadilan Negeri Kayuagung, Senin (18/10/2021) sore.
Baca juga
–Keren, Minimalisir Kecurangan Pilkades Desa Pesisir OKI Berbarcode
–Satgas Gabungan Temukan 1000 Lebih Sumur Minyak Mentah Di Muba
Dalam persidangan tersebut, pemohon maupun termohon tetap mempertahankan tuntutan masing-masing untuk mendapatkan keadilan di hadapan majelis hakim.
Dalam persidangan Majelis Hakim, Zulfikar Berlian SH menyatakan, menolak seluruh tuntutan dari pemohon dalam putusan persidangan praperadilan tersebut.
“Dengan pertimbangan bahwa permohonan praperadilan tetap mengacu pada perma No 4/2016 yang bahwasanya praperadilan hanya memeriksa formil dan jalannya persidangan selama ini, kami memutuskan menolak permohonan pemohon,” ujarnya saat jalannya persidangan.
Dikonfirmasi di tempat terpisah oleh awak media, perwakilan tim kuasa hukum Polda Sumsel AKP, Darmanson SH MH menyatakan bahwa majelis hakim telah sepakat terkait penetapan tersangka sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Tadi sama-sama kita dengarkan bahwa majelis hakim menjelaskan penetapan tersangka sudah sesuai yang diamanahkan pasal 104 KUHP,” jelasnya.
“Selain itu dijelaskan sesuai dengan Perma nomor 4 pasal 2 ayat 2, bahwa praperadilan ini hanya menilai aspek formil bukan pokok perkaranya,” ujar Manson.
Dikatakan lebih lanjut, untuk hasil seperti yang diketahui bahwa permohonan pemohon ditolak keseluruhan.
“Keputusan permohonan yang diajukan pemohon ditolak majelis hakim,” bebernya.
Mendapati hasil tersebut, Rohadi S, Sy didampingi Suwardi S,Sy kuasa hukum Parahma (Pemohon) dari Kantor Hukum Elang Hitam Law Firm sangat menyayangkan keputusan majelis hakim.
Menurut dirinya, pengajuan praperadilan yang dilayangkan beberapa waktu lalu didapati dari klien yang bernama Parahma asal Desa Santapan Barat Kecamatan Kandis Kabupaten Ogan Ilir.
“Menurut pengamatan kami bahwa klien kami hanya melakukan pembelaan diri, sebagaimana dimaksud pada pasal 49 KUHP bahwa terhadap pembelaan diri dan seharusnya tidaklah dipidana,” ujarnya.
Dijelaskan, awal mula peristiwa yakni terjadi cekcok hingga kesalahpahaman sehingga terjadi tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh pelapor dalam hal ini.
“Jadi waktu itu klien kami didatangi ke rumah oleh pelapor, kemudian pelapor tersebut langsung melakukan pencekikan, pemukulan dan lain sebagainya bersama isteri pelapor, anehya kami yang meski menjadi korban dari aksi pengeroyokan pasangan suami istri ini justru menjadi tersangka karena diduga melanggar pasal 351 KUHP”, ujarnya.
“Disaat itu klien kami yang dalam posisi teraniaya, mana mungkin sempat melakukan penganiayaan. Disitulah kami komplain atau keberatan terhadap penetapan tersangka pasal 351 KUHP kepada klien kami,” imbuhnya.
Praperadilan ini adalah harapan kami agar majelis dapat berpendapat lain terkait kejanggalan penetapan TSK yang diberikan termohon dalam hal ini satreskrim polres OI melalui PPA agar bahwasanya alasan termohon menetapkan klien kami karena sudah memenuhi 2 alat bukti sebagaimana yang menjadi dasar termohon telah memenuhi unsur formil dalam ketentuan perma No 4/2016 dapat dimentahkan oleh majelis hakim karena di dalam fakta persidangan banyak kejanggalan menurut hemat kami tidak sama sekali dipertimbangkan majelis hakim, baik soal fakta persidangan soal saksi yang dipaksakan oleh termohon ialah kades santapan barat maharoni yang jelas-jelas saat kejadian tidak berada di TKP.
Saat pemohon minta dihadirkan di sidang ini justru tidak ditetapkan oleh majelis hakim untuk bisa hadir, lalu soal saksi yang pemohon hadirkan kesemuanya dibawah sumpah yang menyatakan pada intinya justeru klien kami yang mengalami penganiayaan malah sedikitpun tidak menjadi pertimbangan.
Masih menurut keterangan suwardi S,Sy, kami mencoba menekan dalam persidangan ini agar saksi termohon yang telah membuat klien kami sebagai TSK agar bisa hadir dalam persidangan ini agar perkara ini bisa menjadi terang benderang sehingga praperadilan ini menjadi fair.
“Jadi penetapan TSK itu kedepan tidak hanya mengedepankan subjektifitas semata namun lebih menjurus pada fakta sebenarnya”, ungkapnya.
Baca juga
–Endro Suarno : Sekolah Harus Memiliki Unit Pengendalian Gratifikasi
–Polda Sumsel Menggelar Vaksinasi Bagi Pelajar SMPN 54 Palembang
Masih menurut keterangan suwardi S,Sy, menanggapi apa yang jadi dasar keputusan majelis hakim yang memutus permohonan ini, tentu harapannya agar majelis kedepan lebih berhati-hati sebab perma No 4/2016 itu menurut hemat kami masih terdapat kelemahan mahkamah dalam menjalankan putusan MK.
Pasalnya, isi materi PERMA khususnya mengenai objek praperadilan hanya menilai dari aspek formil. Ada dua hal perlu dikritisi. Pertama, mengenai pengaturan tentang objek praperadilan dan materi pembuktianya. Dalam poin ini, ada 3 (tiga) catatan penting:
(a) ketidakjelasan hukum acara praperadilan atas sah tidaknya penyitaan dan penggeledahan.
(b) ketidakjelasan frase” 2 (dua) alat bukti yang sah” dalam pasal 2 (dua) perma no 4/2016 .
(c) ketidakjelasan siapa pihak yang dibebankan untuk membuktikan dalam praperadilan tersebut.
“Sehingga menjadi penting untuk memetakan sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan melihat materiil dengan menerapkan prinsip kausalitas.” Pungkasnya .
Reporter : Suparji
Editor : Firman