JAKARTA – Suara tawa anak-anak dan remaja terdengar renyah saat menikmati dongeng yang disampaikan oleh kelompok pemuda asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada sore hari waktu Indonesia bagian tengah.
“Dengan cara seperti ini kami merangkul anak remaja untuk memahami tubuhnya sendiri,” ujar Mariana Yunita Hendriyani Opat, Pengedukasi Hak Kesehatan Seksual Anak, yang sekaligus juga pendiri Tenggara Youth Community. Senin (23/11/2020).
Mariana atau yang akrab disapa dengan Tata bersama bersama rekannya mendirikan
Tenggara Youth Community serta mencetuskan program Bacarita Kespro yang ditemukan dengan komunitas antar desa untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi untuk anak remaja.
Untuk diketahui, Bacarita Kespro berasal dari kata bacarita dalam bahasa Melayu Kupang berarti ‘bercerita’.
Edukasi disampaikan dengan metode pembelajaran inovatif seperti mendongeng, permainan edukasi dan penggunaan alat peraga.
Adapun target program ini adalah remaja yang berasal dari kelompok poor, marginal, social excluded, dan underserved.
“Saya menemukan fakta sebagian besar dari 500 remaja di NTT tidak memiliki akses
terhadap sumber informasi pendidikan seksual dan komunitas untuk menceritakan persoalan pendidikan seksual. Angka ini, selaras dengan beragam persoalan lainnya seperti kasus pelecehan seksual yang masih kerap terjadi atau kehamilan luar nikah di kalangan remaja NTT,” tutur sosok kelahiran Kiupukan pada 3 Juli 1992 lalu.
Melihat banyaknya anak dikeluarkan dari sekolah saat menghadapi kasus kehamilan di luar pernikahan, serta minimnya pemahaman orang tua mengenai hak dan kebutuhan remaja, Tata menggerakkan programnya untuk memberikan komunikasi dua arah, dimana peran orang tua dan anak diikutsertakan.
Pendidikan Kesehatan
Hambatan utama dalam program ini adalah tembok tabu dalam konteks pendidikan seksual.
Tidak semua orang menyadari pentingnya pendidikan seksual usia dini. Bahkan, untuk
bercerita kepada lingkungan terdekat seperti keluarga dan saudara, tidak semua remaja
bisa melakukannya. Dan tidak mudah pula meyakinkan komunitas, termasuk lingkungan gereja mengenai pendidikan seksual.
“Waktu saya menduduki bangku sekolah dasar, saya mengalami kekerasan serupa, namun hal tersebut seakan lumrah. Hingga pada saat perguruan tinggi, saya merasa harus bergegas untuk mencarikan solusinya, yakni dengan edukasi kesehatan yang membuat para anak remaja berani untuk bercerita kepada orang tua, dan orang tua dapat wawasan untuk menjelaskan,” ujar sosok perempuan lulusan Universitas Nusa Cendana.
Salah satu indikator keberhasilan program tersebut adalah ketika orang tua mulai terbuka terhadap pendidikan seksual. Tidak hanya menjelaskan kepada anaknya, tetapi juga orang tua lain.
Tata merasa, mereka bisa dikatakan berhasil jika pendidikan seksual dibicarakan secara terbuka di lingkungan keluarga.
Dalam konteks paling pragmatis, Tenggara Youth Community juga mengukur keberhasilan dengan pemahaman materi ajar. Misalnya, mereka membuat kuis setelah penyampaian materi dan jika pemahaman telah berubah, Tata mengatakan hal itu bisa menjadi indikator keberhasilan program.
Saat ini, program Bacarita Kespro telah merangkul 2.000 remaja dari 43 komunitas di
provinsi seluruh NTT.
Setiap sesinya, Tata beserta rekan-rekan fasilitator Tenggara Youth Community dapat mengajak 20 anak untuk bergabung di kelas secara langsung dan di dalam jaringan.
Selama pandemi, program tersebut juga menyiarkan materi pembelajaran untuk anak-anak muda tentang kekerasan gender dan pendidikan seks usia dini melalui media sosial seperti Facebook.
Tujuannya agar konten mengenai kesehatan seksual bisa dipahami dan mudah masuk ke dalam pikir para remaja.
Mereka juga membuka konseling remaja jika mereka menghadapi kasus seperti kekerasan
dalam pacaran. Bahkan, mereka juga membantu remaja jika kasusnya berlanjut termasuk untuk mendapatkan pendampingan hukum dari lembaga di bidang hukum seperti LBH Apik.
Jangkauan ini mencakup Kota Kupang, Desa Oesao di Kabupaten Kupang, Desa Neke di
Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Pulau Kera di Kabupaten Sumba Timur bersama
Kopernik. Selain itu, untuk meluaskan akses edukasi pendidikan seksual, mereka
berkolaborasi dengan BKKBN, Komisi Penanggulangan AIDS serta Woman for Indonesia.
Hal tersebut yang membawa dirinya terpilih sebagai penerima apresiasi Semangat Astra
Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2020 bidang kesehatan.
Sebagai salah satu juri, Prof. Nila Moeloek dalam acara 11th SATU Indonesia Awards 2020 pada akhir Oktober memberikan penjelasan terkait kesehatan reproduksi adalah hal yang fundamental.
“Apresiasi SATU Indonesia Awards ini menjadi bahan pendukung gerakan kami untuk terus dapat merangkul anak remaja dalam kesehatan reproduksi, harapan kami, kami dapat merangkul komunitas disabilitas,” ujar Tata.
Semangat Tata dalam mengedukasi hak kesehatan seksual anak sejalan dengan cita-cita Astra untuk sejahtera bersama bangsa.(ril)
Editor : Firman