Sejak wahyu Al-Quran turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Artinya : Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: “wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu”. (20) Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (21) Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? (22) Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafa’at mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? (23) Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. (24) Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku. (25) Dikatakan (kepadanya): “Masuklah ke surga”. Ia berkata: “Alangkah baiknya sekiranya kamumku mengetahui. (26) Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan”. (27). ( QS. Yasin : 20-27 )
Kisah ini bukan terjadi pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kisah ini turun ketika Nabi belum hijrah ke Madinah.
Tentu, sebagaimana spirit surah atau ayat-ayat yang diturunkan sebelum hijrah/ atau surat Makkiyah, antara lain ialah dalam rangka penguatan akidah. Pada mulanya Allah mengutus dua orang Rasul untuk berdakwah kepada sebuah kaum, kemudian menambah lagi dengan seorang utusan.
Namun mereka semua didustakan oleh kaum tersebut, sampai-sampai hendak membunuhnya. Lalu datang seorang laki-laki dari pinggiran kota. Dalam tafsir disebutkan namanya Habib, atau Habib bin Musa An-Najjar. Dia datang dengan tergesa-gesa atau terburu-buru mendatangi kaumnya, ketika melihat mereka hendak membunuh ketiga utusan tersebut.
Adapun yang dilakukan olehnya tadi ialah memberi nasehat kepada kaumnya agar sudi mengikuti dan menerima seruan Rasul tersebut, yang tidak lain hanya untuk menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya. Ia memberikan alasan kenapa dirinya beriman kepada Rasul tersebut. Selain karena dakwah yang disampaikan terang dan jelas, serta tidak meminta upah atas dakwah tersebut.
Lantas ia juga mengatakan, “Bagaimana mungkin diriku tidak menyembah Tuhan yang telah menciptakanku, dan Tuhan yang kepadaNya aku pasti akan kembali.”