Merawat Intelektualisme: Belajar dari Keberlakuan Asas Iktikad Baik dalam Hukum

Berbagai latihan penempaan diri itu pada dasarnya adalah kegiatan-kegiatan berkenaan dengan ilmu. Kegiatan keilmuan, sebagaimana dikatakan Liek Wilardjo, ialah kegiatan manusia menghimpun pengetahuan dengan menyusuri daur (siklus) pengimbasan (induksi), penjabaran (deduksi), dan pentakdisan (verifikasi) atau penyahihan (validasi).
Berbekal pengalaman pembelajaran demikian itu, kita diharapkan memiliki kecakapan intelektual untuk bersikap dan bertindak dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

Yang dimaksud kecakapan intelektual di sini ialah kemampuan kita merespons fenomena dan permasalahan alamiah dan kemasyarakatan berdasarkan prinsip-prinsip ilmu.

Dalam ilmu atau sains—dan bukan ilmu pengetahuan melainkan pengetahuan ilmiah,pengetahuan yang diperoleh manusia tidaklah ditelan mentah- mentah, dan apalagi serta-merta disebarkan kepada orang lain, melainkan harus diverifikasi dan divalidasi ‘kebetulan faktualnya’ dan ‘kebenaran penalarannya’.

Hal itu dikarenakan ilmu itu selalu berbasis pada fakta dan logika. Ungkapan “apa yang tidak logis adalah tidak riil” dan “apa yang tidak riil adalah tidak logis” menggambarkan batasan tentang ilmu, yang disebut dengan rasionalisme dan empirisme.

Dari tempaan perkuliahan dan latihan pengembangan ilmu sejauh ini, kita juga diharapkan memiliki antusiasme pada intelektualisme.

Intelektualisme adalah ‘ketaatan atau kesetiaan terhadap latihan daya pikir dan pencarian sesuatu berdasarkan ilmu’. Dengan antusiasme pada intelektualisme, maka segala informasi dan pengetahuan yang diperoleh akan diperiksa kebenaran dan akurasinya, tidak dilahap apa adanya dan apalagi langsung dibagi ke yang lainnya.

Jadi bukan sebaliknya, tempaan dan latihan sejauh ini tidak berbekas, sehingga pada saat berbaur dan menceburkan diri dalam realitas sosial-kemasyarakatan yang sangat kompleks malah terjebak pada anti-intelektualisme. Anti-intelektualisme, sebagai kebalikan dari intelektualisme, ialah ‘gejala penolakan atau setidaknya perendahan terhadap segala upaya manusia untuk mengambil sikap reflektif, berpegang pada konsep, ide, atau pemikiran dan perendahan terhadap mereka- mereka yang bekerja di dalamnya’.

Tapi justru itulah gejala yang terjadi. Pada masa kita hidup dan berada pada jagat digital saat ini, di mana informasi melimpah, maka bakal muncullah kemalasan intelektual. Orang tidak lagi mau menggugat, bertanya, dan sangsi. Sebab, mereka dengan mudah mendapatkan jawaban melalui mesin.

Ikuti Kami di :banner 300x250
banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.