Karena itu, pengadilan lalu menambah norma iktikad baik dalam perlindungan merek, bahwa pemakai pertama yang dilindungi adalah pemakai pertama yang beriktikad baik. Dengan begitu, meski pihak pendaftar mengaku dan menunjukkan bukti ia sebagai pemakai merek pertama di Indonesia, bila diketahui bahwa merek tersebut merupakan jiplakan atau tiruan merek pihak lain di luar negeri, terutama yang telah terkenal, maka mereknya bisa dibatalkan dengan alasan ia memakainya tidak dengan iktikad baik, yang berarti iktikad buruk, yaitu tidak jujur telah menjiplak atau meniru merek pihak lain.
Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian,
Pada dua bidang hukum yang barusan dikemukakan, yaitu hukum kontrak dan hukum merek, diketahui bahwa asas iktikad baik muncul sebagai norma hukum yang dimaksudkan untuk memberi keadilan kepada mitra kontrak dan pemilik merek yang sebenarnya namun tidak mendaftarkannya.
Asas hukum ini, yang semula berada di balik peraturan dan bahkan sistem hukum, dimunculkan melalui penemuan hukum oleh hakim dalam kasus-kasus konkret.
Alasannya adalah karena kebutuhan akan soal kepatutan, kewajaran, dan kejujuran. Dalam rangka menambahkan norma kepatutan, kewajaran, dan kejujuran, maka asas iktikad baik digunakan oleh pengadilan untuk membatasi hubungan kontraktual atau perolehan hak yang berasal dari praktik tidak jujur, tidak patut, atau tidak wajar.
Kini, asas iktikad baik dalam hukum bahkan bukan lagi asas hukum khusus tertentu, melainkan sudah berkembang menjadi asas hukum umum.
Ini sebetulnya suatu pengakuan—meski awalnya dilakukan oleh pengadilan, bahwa hukum itu juga tidak terbatas pada yang tertulis dalam undang-undang, melainkan meliputi dan melampaui pula pada yang di baliknya. Dalam soal iktikad baik, hal itu berkenaan dengan kejujuran, kepatutan, dan kelayakan.
Sekarang, apa hubungannya latar historis kemunculan asas iktikad baik dalam hukum tersebut dengan intelektualisme, persoalan berkenaan dengan universitas yang dibahas dalam orasi ini?
Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian,
Kalau sebelumnya telah dikemukakan, bahwa intelektualisme adalah ‘ketaatan atau kesetiaan terhadap latihan daya pikir dan pencarian sesuatu berdasarkan ilmu’, maka menghadirkan iktikad baik dalam merawat intelektualisme jelas penting dan relevan. Dalam hukum, konsep iktikad baik berkenaan dengan kejujuran, kesetiaan, kepantasan, kewajaran, dan juga transaksi yang adil.
19 Konsep demikian relevan dalam upaya menjaga antusiasme intelektualisme, bahwa aktivitas-aktivitas intelektualitas perlu diselenggarakan berdasarkan kejujuran, kepantasan, dan kewajaran.
Bahkan, bila kita menilik ke kampus lain, Sekolah Hukum Universitas Chicago, semangat pada iktikad baik ternyata terus digelorakan, yakni menjadi bagian dari janji alumninya. Dalam The Chicago Lawyer’s Pledge disebutkan, salah satunya, “to work always with care and with a whole heart and with good faith”.
Kasus yang dipaparkan pada awal orasi, akan menjadi lebih terang manakala iktikad baik dilibatkan untuk menelaahnya.
Persoalan tentang pencatutan nama, jika betul tidak diketahui oleh nama-nama yang ikut tercantum, jelas tidak memenuhi prinsip iktikad baik dalam maknanya sebagai kejujuran, bahwa suatu karya betul dihasilkan oleh nama penulis yang tercantum, dan sebaliknya, nama penulis yang tercantum betul terlibat dalam menghasilkan tulisan.
Demikian pula, soal jumlah tulisan yang ratusan dalam empat bulan, juga akan problematik bila ditilik dari iktikad baik dalam maknanya sebagai kewajaran atau kepatutan.
Perihal ini sebetulnya menjadi peringatan pula bagi kita sivitas akademika agar lebih berhati-hati. Semenjak karya akhir mahasiswa diharuskan terbit pada jurnal, dan sebisa mungkin didorong menyertakan nama pembimbing sebagai penulis pendamping, maka ini juga mengandung risiko.
Ketercantuman nama tidak saja berkonsekuensi pada segala hak dan atribut yang melekat dalam tulisan itu, tapi juga tanggung jawab. Apabila dalam suatu artikel yang telah terbit di kemudian hari ditemukan misalnya kaidah penelitian atau penulisan yang tidak tepat, maka seluruh nama yang tercantum juga mesti ikut bertanggung jawab!
Semoga kita semua senantiasa memiliki antusiasme pada intelektualisme dan iktikad baik!
Kunjungi : www.unja.ac.id.
Pewarta : A.Erolflin
Editor : Firman