Mistis Dan Angkernya Suasana Di Balik Candi Kethek Gunung Lawu

Misteri
Istimewa

KARANGANYAR, Beritategas.com – Untuk melihat ukurannya bangunan, Candi Kethek tidak sebesar Candi Cetho yang berada di dekatnya. Menurut penjelasan Juru Kunci Gunung Lawu Ki Bekel Surakso. Ukurannya Candi kethek, hanya berkisar 20 x 30 meter. Di antara rerimbunan pohon-pohon yang rindang, dengan udara yang sejuk untuk memenuhi kawasan hutan di Dusun Ceto.

“Di desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, terdapat sebuah candi. Candi tersebut tidak terlalu besar. Pada bangunannya pun sederhana, tidak terlalu megah. Candi tersebut bernama Candi kethek”, jelasnya.

Suasana mistis sudah dirasakan awak media Beritategas.com bersama sang juru kunci Gunung Lawu, awak media dan sang juru kunci mencoba berinteraksi dengan penghuni Gaib.

“Ternyata ada sosok Gaib penunggu Candi kethek, yang tinggi besar. Sosok Gaib tersebut bernama eyang Mayonggo Seto yang berwujud sosok kethek/ Kera, sosok Gaib itu berpesan jaga lingkungan alam di Gunung Lawu, jaga ucapan yang tidak baik, tidak boleh bercanda, tidak boleh merusak alam yang ada di Gunung Lawu”, tambahnya.

Karena di Gunung Lawu ini mempunyai nyawa dan banyak mata, setiap pengunjung yang datang di anggap tamu. Dan jaga alam Gunung Lawu ini dengan baik, jangan ada yang merusaknya dan berbuatlah baik dan sopan selama tamu yang datang di Gunung Lawu ini.

Inilah pesan dari penguasa Gaib di Candi kethek ini, peraturan dan pesan dari penguasa Gaib, harus dipenuhi kalau tidak nyawa taruhanya. Setelah awak media dan sang juru kunci berinteraksi dengan penguasa Gaib Candi kethek. Kemudian melanjutkan perjalanan, menurut penjelasan sang juru kunci Candi ini terletak sekitar 300 meter arah timur laut dari Candi Cetho.

“Pemberian nama “kethek” pada candi ini yang memberi nama oleh masyarakat sekitar. Nama Candi kethek tersebut diberikan karena di sekitar lokasi tempat candi berada sering dijumpai banyak kera, yang dalam bahasa Jawa disebut “kethek”. Melihat ukuran bangunannya, Candi Kethek tidak sebesar Candi Cetho yang berada di dekatnya”, ujarnya.

Ukurannya hanya sekitar 20 x 30 meter. Selain daripada itu, sebagian besar bangunan candi pun tertutup dengan tanah. Karena tempatnya yang begitu sunyi dan menyeramkan. Candi yang dibangun menghadap ke arah barat ini telah berbentuk teras berundak. Ada empat teras pada bangunan candi tersebut.

Pada teras yang pertama hingga ketiga, tidak ada bangunannya. Hanya tanah yang dibuat berundak dengan tatanan batu kali digunakan sebagai pembatas teras.

“Angin bertiup terasa dingin sampai tulang rusuk, suasana keangkeran telah kami rasakan. Kami terus berjalan menelusuri hutan dan tempat tempat yang angker, bersama sang juru kunci yang mana banyak menyimpan misteri kegaiban”, ujarnya kembali.

Candi kethek masing-masing teras dihubungkan dengan anak tangga di bagian tengah bangunan. Hanya saja, pada teras ketiga, ada sebuah pohon besar yang bagian batangnya dibalut dengan kain putih, Sebagai simbol kesucian dan kemuliaan.

Sementara, pada teras keempat, terdapat sebuah bangunan kecil yang menjadi tempat upacara sesaji. Di sekitar candi, ditemukan patung berbentuk kura-kura. Dengan ditemukannya patung ini, serta bentuknya seperti berundak-undak, Candi ini diperkirakan dibangun pada masa yang sama atau tidak jauh berbeda dengan Candi Cetho, yaitu sekitar abad XV atau XVI Masehi.

Ditemukannya patung berbentuk kura-kura ini pun menjadi dasar asumsi bahwa candi ini terkait dengan Agama Hindu, pada awal mulanya dengan cerita Samudramanthana. Selain itu, adanya patung kura-kura pun mengindikasikan bahwa candi ini memiliki faedah yang sama dengan Candi Cetho, yaitu sebagai tempat peruwatan.

“Kalau mau mencapai Candi Kethek, pengunjung harus memasuki Candi Cetho. Pada teras keempat, terdapat sebuah gerbang yang menghubungkan dengan jalan setapak menuju Candi Kethek. Perjalanan kami menuju Candi Kethek telah diiringi suara gamelan yang misterius tidak bisa dilihat mata, namun entah darimana sumbernya suara gamelan itu. Namun yang jelas menurut Ki Bekel Surakso juru kunci gunung Lawu, suara suara gamelan itu untuk penyambutan para tamu yang datang ke Gunung Lawu. Kami berjalan melalui jalan berbukit dan menyeberangi sungai kecil. Candi Kethek dibuka untuk umum setiap hari, mulai dari jam 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB begitulah perjalan kami bersama sang juru kunci gunung Lawu”, pungkasnya.

Pewarta : Dwi Nurbiyanto
Editor : Widiyo Prakoso

Ikuti Kami di :banner 300x250
banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.