TEMANGGUNG, Beritategas.com – Sepasang Suami-Istri yang berasal dari Desa Miri Bondalem RT. 03 RW. 04 Kaloran Kabupaten Temanggung ini mencari tambahan dengan cara melakukan pertunjukan seni di lampu merah wilayah Temanggung dan Magelang. Nuriyanto selaku kepala keluarga menyampaikan hal ini demi anaknya bisa melanjutkan sekolah, Kamis (13/07/23).
Nuriyanto dan istrinya di pagi hari menjadi buruh tani, hal ini dilakukan karena tidak mempunyai sawah maupun ladang. Pada sore harinya, Nuriyanto mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dengan cara ngamen, berjoget serta menghibur pengguna jalan di lampu merah.
“Kalau pagi kami menjadi buruh tani, sebab kami tak memiliki lahan sendiri. Namun ketika sore hari, kami melakukan kegiatan ngamen di lampu merah sebagai tambahan dan menutup kebutuhan sehari-hari”, tuturnya.
Nuriyanto ketika ditemui media Beritategas.com menceritakan betapa susahnya mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Dari dasar itu, Nuriyanto memberanikan diri untuk mengamen di lampu merah.
“Susahnya untuk mencukupi kebutuhan hidup menjadi dasar saya untuk ngamen di lampu merah. Disamping itu, saya ngamen juga demi biaya sekolah anak”, tambahnya.
Hasil ngamen dengan menggunakan gerak seni ini bila ramai bisa mendapat kan hasil Rp. 70,000 dan bilamana sedang sepi, hanya mendapatkan Rp. 30,000. Terkadang jika hujan turun, tidak mendapatkan uang sama sekali.
“Bila sedang ramai, kami bisa membawa pulang uang sekitar Rp. 70,000. Sedang jika sepi, terkadang hanya bisa membawa pulang Rp. 30,000. Tetapi bila turun hujan, kami malah tidak membawa uang sama sekali”, ungkapnya.
Nuriyanto juga suka mengikuti kesenian di kampung Miri Bondalem agar kampungnya ada kesenian. Grup Turonggo Santoso yang dipimpin Budiman menjadi tempat untuk menyalurkan seni.
“Kami juga ikut kegiatan seni di kampung. Grup yang kami ikuti adalah Turonggo Santoso yang dipimpin oleh Bapak Budiman. Tujuannya adalah agar bisa lebih maju dan berkembang kampung kami. Kami merasa bangga karena kampung mempunyai sanggar kesenian yang bisa nguri-uri budaya Jawa”, pungkasnya.
Pewarta : Bambang Kuntono
Editor : Widiyo Prakoso