PALEMBANG, Beritategas.com – Waktu terus berjalan, dan begitu cepat berlalu. Dengan terbitnya hilal Syawal, maka berpisahlah kita dengan Ramadhan.
Berpisahlah kita dengan bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam, jika kita beribadah pada malam itu, maka kita mendapatkan keutamaan ibadah yang lebih baik daripada ibadah seribu bulan.
Kita telah berpisah dengan bulan yang di dalamnya terdapat limpahan rahmat dan ampunan Allah yang berlipat ganda. Kita telah ditinggalkan oleh bulan yang puasa di dalamnya menutupi salah dan dosa.
Kita telah ditinggalkan oleh bulan turunnya Al-Qur`an pedoman umat manusia.
Ada tanda kesedihan di sanubari kita. Karena kita tak ada yang dapat menjamin bahwa kita akan bertemu lagi dengan bulan yang penuh dengan berkah itu.
Betapa banyak orang-orang yang kita kasihi dan kita sayangi orang-orang yang ada disekitar kita ”orang-orang tua kita, saudara, kerabat dan para tetangga”. Mereka yang dulu pernah bersama-sama dengan kita, masih terbayang senyuman mereka di pelupuk mata. Tapi kini, mereka tidak lagi bersama-sama dengan kita. Mereka telah berada di alam baka. Hanya tinggal kenangan yang tak mungkin akan terlupa.
Hal ini disampaikan ustadz H. Agus Dody Sukri, M.Pd.I dalam khutbah sholat Idul Fitri 1445H di masjid Nurullah RW 06 Kelurahan 3 Ilir Palembang, Rabu (10/04/2024).
Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah.
”Mari kita bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah kepada kita. Orang yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri”.
Allah berfirman dalam surah Luqman ayat 12, yang artinya “Bersyukurlah kepada Allah! Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”
Semoga dengan bersyukur, Allah menambah nikmat- Nya kepada kita semua, sesuai janji-Nya:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim [14]: 7).
Selanjutnya mari kita bershalawat kepada Nabi besar Muhammad. Untuk apa kita bershalawat?! Jika di dunia ini kita membutuhkan pertolongan, maka kita bisa meminta tolong kepada saudara-saudara kita, kerabat dan para sahabat. Akan tetapi akan ada suatu masa nanti, seperti yang difirman Allah: (Q.S. ‘Abasa [80]: 34-36). “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya.”
Mengapa semua orang melarikan diri dari orang-orang yang mereka kasihi?! Padahal di dunia dahulu mereka tidak bisa berpisah walau sedetik pun.
“Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (Q.S. ‘Abasa [80]: 37).
Saat itu kita sibuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita; langkah kaki, ayunan tangan, tatapan mata, pendengaran bahkan gerak hati. Ketika tidak ada yang dapat menolong, pada saat tidak ada yang bisa membantu, maka ketika itu kita mengharapkan pertolongan dan syafaat Rasulullah. Mari kita memperbanyak shalawat, semoga kita termasuk umat yang mendapatkan syafaatnya. Aamin yaa Rabbal’alamiin.
Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan Allah.
Tujuan dari puasa adalah menciptakan manusia yang bertakwa. Dan kedudukan manusia di sisi Allah diukur dari ketakwaannya.
Allah berfirman dalam surah Al-Hujurat (13):
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Manusia dianggap mulia bukan karena hartanya, bukan karena jabatannya, bukan pula karena bentuk dan rupanya. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kamu dan tidak melihat kepada bentuk kamu, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kamu.” (H.R. Muslim).
Apakah takwa itu?
Taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ). Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini.
Mesti ada empat unsur dalam diri kita, barulah kita layak disebut sebagai orang yang bertakwa.
Pertama: Takut kepada Allah.
Di siang Ramadhan, kita tahan diri kita dari segala sesuatu yang halal, karena takut kepada Allah. Maka diharapkan di luar Ramadhan ini kita mampu menahan diri kita dari segala yang haram, juga karena takut kepada Allah. Kita tumbuhkan rasa takut selama tiga puluh hari ini, agar ia bersemayam dan kekal abadi di dalam hati kita sampai Ramadhan yang akan datang.
Janji Allah untuk orang-orang yang takut kepada- Nya:
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga’.” (Q.S. Ar-Rahman [55]: 46).
Kedua: Melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an.
Di bulan Ramadhan, bulan turunnya Al-Qur’an, kita perbanyak bertadarus Al-Qur’an. Maka mari kita laksanakan isi dan kandungannya dalam hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Al-Qur’an bukan hanya sekadar dibaca dan diperdengarkan, akan tetapi lebih daripada itu, Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan.
Ketiga : Ridha terhadap ketentuan Allah.
Setelah kita berusaha, maka kita mesti menerima ketentuan Allah. Jangan sampai hasrat dan ambisi mendorong kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Di bulan Ramadhan kita diajarkan mengenali hakikat hawa nafsu. Kalau kita sudah mengenalnya dengan baik, maka mudah bagi kita mengendalikannya dan tidak tertipu oleh nafsu.
Keempat: mempersiapkan diri menghadapi hari kematian.
Sudahkah kita persiapkan diri kita untuk menghadapi hari kematian itu?
Rasulullah bersabda:
“Yang mengiringi mayat itu ada tiga, yang dua kembali, sedangkan yang kekal hanya satu. Mayat itu diiringi keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang menetap hanyalah amalnya.” (H.R. At- Tirmidzi).
Selama ini kita sibuk mengurus yang dua perkara tersebut; harta dan keluarga, kita lalaikan yang satu. Padahal yang satu itulah yang akan menemani kita. Kalau kita mengaku sebagai orang yang bertakwa, maka mari kita siapkan diri kita menghadap hari kematian itu.
Bapak/ibu yang dimuliakan Allah,
Allah bercerita tentang balasan yang telah Ia siapkan untuk orang-orang yang bertakwa:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 33).
Jika kita mampu menjadi orang-orang yang bertakwa, maka Allah berjanji akan membukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96).
Jika kita mampu menjadi orang yang bertakwa, maka Allah akan berikan solusi terhadap permasalahan yang kita hadapi dan Ia berikan rezeki dengan cara yang tidak terduga:
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Q.S. Ath- Thalaq [65]: 2).
Jika kita mampu menjadi orang yang bertakwa, maka Allah akan ampuni dosa-dosa kita, bahkan akan melipatgandakan amal shaleh yang kita lakukan.
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Q.S. ath-Thalaq [65]:.5).
Diakhir khutbah, ustadz H. Agus Dody mengajak bahwa Semua kembali kepada kita. Mari kita jadikan puasa yang telah kita laksanakan itu sebagai ibadah yang dapat membentuk diri kita, mengampuni dosa-dosa kita, melipatgandakan balasan amal ibadah kita dan balasan kebaikan untuk kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang mendapatkan ampunan dari Allah.
Aamiin yaa Rabbal’alamiin.
Pewarta : A.Erolflin
Editor : Firman