JAMBI, Beritategas.com – Pernikahan anak merupakan bagian dari fenomena sosial yang harus disikapi secara serius, hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak remaja yang memasuki usia dewasa. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada wilayah pekotaan, namun wilayah pedesaan juga menunjukan hal yang sama.
Tergerak dengan persoalan tersebut tim pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Jambi Sasmiar SH,MH, Dr.H Umar Hasan,SH.MH, Suhermi,SH.MH, Andi Najemi,SH.MH melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 kepada aparat desa dan tokoh masyarakat Desa Mudung Darat, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Senin (10/07/2023).
“Fenomena perkawinan anak di bawah umur menjadi bahan pemberitaan banyak media baik lokal maupun nasional. Tentunya hal ini menjadi kajian kita bersama untuk menurunkan angka pernikahan anak di bawah umur,” ungkap Sasmiar.
Selanjutnya, Sasmiar ketua tim pengabdian kepada Beritategas.com, Kamis (13/07/2023) juga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang Perkawinan,”Pernikahan adalah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Atas dasar itu maka sesungguhnya pernikahan adalah ikatan yang kuat dari sepasang laki-laki dan perempuan.
Dalam Undang-nundang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Maka atas dasar itu sesungguhnya pernikahan itu sebuah ikatan suci dan sakral dari laki-laki dan perempuan”, katanya.
Agar tujuan perkawinan dapat tercapai, maka calon suami istri harus telah matang jiwa dan raganya. Oleh karena itu UU Perkawinan memberikan batas usia minimum untuk menikah. Namun rambu-rambu tersebut banyak diabaikan oleh masyarakat.
Jelas pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, usia minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun, dan bagi perempuan yaitu 16 tahun.
Kini batas minimal tersebut telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 sebagai perubahan atas Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perubahan regulasi batas usia minimal menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.
Selanjutnya menurut WHO Pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun.
Jamaknya fenomena perkawinan anak di bawah umur yang terjadi di berbagai wilayah tentu menjadi semangat utama adanya revisi tersebut.
Penyertaan usia minimal menikah antara laki-laki dan perempuan mengandung tujuan supaya dapat menekan angka perkawinan anak di bawah umur. Sebab jika dipandang dari berbagai aspek: fisik, psikis, dan finansial, anak-anak masih sangat rentan dan penuh dengan resiko.
Menurut anggota pengabdian Andi Najemi, perkawinan merupakan ikatan yang sakral dan suci yang perlu dijaga kelanggengannya.
“Perkawinan anak di bawah umur harus dapat dicegah karena anak-anak yang menikah di usia dini tidak siap, sehingga akhirnya rumah tangganya berantakan dan berujung keperceraian,” tuturnya.
Dalam diskusi dengan peserta sosialisasi, menyoal perkawinan anak bawah umur mereka berkomitmen bersama untuk berupaya menekan angka perkawinan anak di bawah umur.
Menurut kepala desa Mudung Darat Muhammad Ali, SH selain pemerintah, peran orang tua teramat penting untuk memberikan pengarahan terhadap anak-anak mereka terkait perkawinan.
Sedangkan menurut Umar Haasan dosen Fakultas Hukum Univerisitas Jambi tertatanya anak-anak muda adalah sama halnya dengan tertatanya generasi bangsa. Generasi yang gemilang, generasi yang cerdas, generasi yang unggul demi kamajuan melahirkan generasi bangsa yang tangguh dan cerdas.
Pewarta : A. Erolflin
Editor : Firman