Oleh : Anggi Pratiwi
Mahasiswa Universitas Sriwijaya
Di Indonesia pendidikan merupakan salah satu bagian dari tujuan negara, dalam hal ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang bunyinya ”Mencerdaskan Kehidupan bangsa”. Pendidikan perempuan di Indonesia saat ini memiliki perbedaan yang cukup mencolok jika dilihat menurut daerah pedesaan dan perkotaan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2022, jenis ijazah tertinggi yang dimiliki sebagian besar perempuan di pedesaan adalah lulusan SD (31,28%), sementara perempuan di perkotaan sebagian besar adalah lulusan SMA/SMK (33,36%).
Persentase perempuan yang lulus dari perguruan tinggi di perkotaan adalah sebesar 13,97%, lebih dari dua kali lipat dibanding di pedesaan yang hanya berkisar 6,00%. Tak hanya itu, perempuan yang tidak memiliki ijazah atau tidak pernah bersekolah formal di pedesaan ada sebanyak 19,77%, jauh lebih banyak dibanding perkotaan yang sebanyak 10,26%. Ditambah lagi, ada sebanyak 7,35% perempuan usia 15 tahun ke atas di pedesaan yang buta huruf, sedangkan di perkotaan hanya sepertiganya, yaitu 2,83%.
Apa Penyebab Pendidikan Perempuan di Pedesaan Masih Tertinggal?
Ada faktor eksternal dan internal yang melatarbelakangi rendahnya pendidikan perempuan di pedesaan.
Faktor eksternalnya adalah dipedesaan sering kali memiliki akses terbatas terhadap sekolah yang layak dan infrastruktur pendidikan yang memadai. Jarak antara tempat tinggal dengan sekolah dapat menjadi hambatan bagi perempuan, terutama jika tidak ada transportasi yang memadai.
Faktor internalnya Beberapa perempuan di pedesaan mungkin tumbuh dalam lingkungan di mana peran gender secara tradisional diterapkan dengan kuat. Mereka mungkin memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak sejalan dengan peran tradisional perempuan, yang kemudian menghambat partisipasi mereka dalam pendidikan formal.
Masyarakat pedesaan juga masih beranggapan bahwa perempuan berpendidikan tinggi rentan menjadi perawan tua karena waktunya akan tersita untuk bersekolah dan membuat mereka cenderung menunda pernikahan.
Fakta menunjukkan proporsi perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun di pedesaan (13,73%) mencapai lebih dari dua kali lipat dibanding perempuan di perkotaan (6,12%).
Selain itu, masyarakat pedesaan masih beranggapan bahwa perempuan dengan pendidikan tinggi rentan memiliki keluarga yang tidak harmonis sebab mereka akan disibukkan dengan pekerjaannya dan tidak dapat mengurus anak serta rumah tangga sebagaimana mestinya.
Padahal, perempuan memegang peran penting jika pada akhirnya mereka memilih untuk melahirkan generasi penerus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, khususnya ibu, semakin baik pula pola asuh yang diterapkan.
Upaya Apa yang Dapat Dilakukan?
Pembangunan infrastruktur bisa menjadi upaya utama yang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk pembangunan pedesaan.
Memperbaiki infrastruktur pendidikan di pedesaan, termasuk pembangunan sekolah, jalan, dan transportasi yang memadai.
Pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi semua pihak baik masyarakat umum maupun lembaga swasta.
Adanya program beasiswa yang eksklusif ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk perempuan di pedesaan dalam memperoleh pendidikan.
Data BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) untuk perempuan adalah 73,55 tahun, lebih tinggi daripada laki-laki yang berkisar di 69,67 tahun. Angka harapan lama sekolah perempuan adalah 13,22 tahun, lebih unggul dari laki-laki yang 12,95 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki peluang untuk hidup dan sekolah lebih panjang daripada laki-laki.
Oleh karena itu, meningkatkan kualitas perempuan sebagai modal untuk pembangunan nasional merupakan sebuah investasi jangka panjang yang strategis dan visioner.
Editor : Firman