Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Nafsu Muthmainnah merupakan nafsu seorang yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Berupa nafsu yang tenang terhadap apa yang Allah janjikan padanya, menerima segala takdir yang telah ditetapkan, ikhlas dalam mengerjakan setiap perintah-perintah-Nya, dan terhindar dari kegelisahan untuk bermaksiat menuju kenikmatan bertobat kepada-Nya.
Kedua: Nafsu Lawwamah
Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang selalu berubah keadaannya. Kadang ia ridha, kadang murka kadang taat dan kadang ia khianat.
Terkait nafsu ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat al-Qiyamah ayat 2,
“Dan Aku bersumpah demi Nafsu Lawwamah (jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri).”
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam as-Sa’di dalam kitab tafsirnya Taisir al-Karim ar-Rahman halaman 898 menerangkan bahwa Nafsu Lawwamah disebut sebagai jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri karena ia sering ragu-ragu, menyalahkan, dan tidak berada dalam satu keadaan. Juga karena ia akan mencela pemiliknya setelah meninggal dunia atas apa yang telah dilakukan.
Untuk itu, Nafsu Lawwamah terbagi menjadi dua, yaitu Nafsu Lawwamah yang tercela dan Nafsu Lawwamah yang terpuji.
Yang pertama adalah nafsu yang dungu dan menganiaya diri sendiri, sedangkan yang kedua adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya karena kekurangannya dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ketiga: Nafsu Ammarah bis-Su’.
Nafsu Ammarah bis-Su’ merupakan nafsu yang tercela. Ia selalu mengajak kepada keburukan, dan hal ini merupakan tabiatnya.
Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang dapat selamat dari kejahatannya selain orang-orang yang mendapat taufik dari Allah subhanahu wata’ala.