JAMBI, Beritategas.com – Tim Pengabdian FH UNJA Berikan Penyuluhan Hukum Tentang Pencegahan Perkawinan di Bawah Umur pada Pelajar Mts Darul Aufa Kabupaten Batanghari
Perkawinan yang dilakukan di bawah usia yang telah ditentukan oleh Undang-Undang disebut dengan perkawinan di bawah umur.
Perkawinan dibawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pasangan calon pengantin yang masih relatif muda atau yang belum mencapai usia yang diperbolehkan oleh hukum. Atau pernikahan yang dilaksanakan pada saat memasuki usia remaja dan dalam usia remaja.
Perkawinan dibawah umur atau sering disebut juga perkawinan dini, adalah sebuah perkawinan yang terbentuk sebelum seseorang yang kawin itu mencapai umur yang dipandang matang secara jasmani dan rohani untuk berumah tangga. Matang jasmani dan rohani terkait dengan aspek kesehatan, biologis, mental dan spiritual.
Pernikahan di bawah umur, yaitu pernikahan pada usia di mana seseorang belum mencapai usia dewasa.
Perkawinan di bawah umur berkaitan dengan hak hidup anak, khususnya hak akan kesehatan, hak mendapatkan pendidikan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Pencegahan perkawinan di bawah umur merupakan bagian dari upaya untuk memberikan perlindungan kepada anak, Oleh karena itu sangat penting memberikan pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran tentang usia minimal untuk melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Ma. Bulian, hampir 38 % persen dari permohonan yang diajukan ke Pengadilan Agama adalah permohonan dispensasi perkawinan.
Maka yang menjadi permasalahannya yaitu: kurangnya pengetahuan pelajar tentang batas usia minimal yang diperbolehkan oleh hukum, dan kurangnya pengetahuan pelajar tentang dampak dari perkawinan di bawah umur.
Secara Nasional, rata-rata kasus perkawinan anak mencapai 8,64 persen sepanjang periode 2020-2023. Tahun 2020, bahkan setelah penetapan amendemen UU perkawinan pada tahun 2019, terjadi peningkatan dispensasi perkawinan hingga 173 persen di tahun 2020.
Tingginya angka permohonan dispensasi perkawinan juga terjadi di Kabupaten Batanghari.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Muara Bulian dalam kurun waktu Tahun 2022 – Maret 2024, terdapat 471 pengajuan permohonan dan 179 permohonan merupakan permohonan dispensasi perkawinan.
Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap akses pendidikan dan kualitas kesehatan, mereka juga berpotensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan
Pencegahan perkawin di bawah umur atau perkawinan anak sangat penting untuk melahirkan generasi yang berkualitas.
Hal itu disampaikan Ketua Pengabdian, Sasmiar, SH.MH, anggota Dr. Rosmidah, S.H.,M.H, Dr.M.Amin Qodri, S.H.,LLM, Faizah, S.H.,M.H, Nelli Herlina,S.H.,M.H, pada kegiatan penyuluhan hukum tentang ’Pencegahan Perkawinan di Bawah Umur Pada Pelajar Mts Darul Aufa Kabupaten Batanghari, Rabu (15/08/2024), lalu.
Solusi yang dilakukan adalah melakukan penyuluhan tentang peraturan perkawinan khususnya peraturan yang berkaitan dengan usia minimal untuk melangsungkan perkawinan, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan kesadaran pelajar tentang akibat dari perkawinan di bawah umur.
Target yang diharapkan dari pengabdian ini adalah terwujudnya kesadaran hukum pelajar MTS Darul Aufa Batanghari atas kepatuhan batas usia minimal melangsungkan perkawinan.
Menurut Sasmiar, SH,MH, Perkawinan di bawah umur memiliki dampak negatif bagi anak, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.
“Secara fisik, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih berisiko mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan, serta kematian ibu dan anak,” ungkapnya.
Secara sosial, tutur Sasmiar, anak perempuan yang menikah/kawin sebelum usia 18 tahun lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan diskriminasi.
“Sementara secara psikologis, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan trauma,” imbuhnya.
Kemudian Dr.M.Amin Qodri, S.H.,LLM menjelaskan, “pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mencegah perkawinan di bawah umur, di antaranya dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menaikkan batas usia minimal menikah menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan,” paparnya.
Upaya pencegahan perkawinan anak di bawah umur, terang Dr.M.Amin Qodri, merupakan tanggung jawab semua pihak. Pemerintah, keluarga, masyarakat, harus berperan aktif dalam mencegah perkawinan anak di bawah umur.
“Dengan bekerja sama, kita dapat mewujudkan generasi yang berkualitas dan bebas dari perkawinan anak di bawah umur,” tegasnya.
Raihlah cita-cita setinggi-tingginya pesan Sasmiar kepada Pelajar Mts Darul Aufa Kabupaten Batanghari, lanjutkan sampai Perguruan Tinggi.
Pewarta: A. Erolflin
Editor: Firman