Penulis:
Luthfiyah Khoirun Nisa
Mahasiswi PGSD Universitas Sriwijaya
Membaca adalah jendela dunia, mungkin slogan tersebut tidak asing di telinga kita. Membaca memang suatu kegiatan yang tidak pernah lepas dalam proses pembelajaran. Melalui membaca, kita bisa mengetahui apa yang belum diketahui sehingga wawasan kita menjadi bertambah luas.
Namun, minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan data bulan januari 2020, UNESCO menyebutkan Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah soal literasi di dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa minat baca masyarakat hanya sebesar 0,001% saja.
Dalam rangka mengatasi hal tersebut, sebenarnya pemerintah sudah membuat program Gerakan Literasi Sekolah.
Sayangnya, program tersebut masih kurang menumbuhkan minat membaca khususnya pada peserta didik sekolah dasar. Nah, mengapa minat literasi pada peserta didik sekolah dasar ini rendah? Hal apa yang menyebabkan semua itu terjadi?
Pada tahun 2016 lalu, hampir seluruh sekolah di Indonesia sudah menerapkan program Gerakan Literasi Sekolah. Namun, program tersebut belum mampu menumbuhkan minat membaca dalam diri peserta didik, khususnya peserta didik sekolah dasar.
Berdasarkan observasi lingkungan sekitar, salah satu penyebab rendahnya minat literasi adalah handphone. Faktanya, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget atau dapat dikatakan sebagai urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 lalu jumlah pengguna smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Jumlah tersebut tentunya akan meningkat di setiap tahun.
Kini pengguna gadget tidak hanya orang dewasa saja, tetapi anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah memiliki gadget.
Ketika pulang sekolah, sebagian besar peserta didik lebih memilih bermain game atau menonton video tiktok dan youtube di handphone mereka ketimbang membaca buku.
Kegiatan bermain handphone tersebut dilakukan berhari-hari hingga lupa waktu. Bahkan, sebagian orang tua membiarkan saja ketika melihat anaknya lebih banyak bermain handphone daripada membuka buku. Inilah sebabnya handphone dikatakan sebagai pemicu rasa malas anak untuk membaca.
Selain itu, program literasi ini terkesan kurang dilaksanakan di sekolah dasar. Tak jarang masih terdapat sekolah dasar yang melaksanakan literasi hanya sebatas membaca buku pelajaran saja.
Peserta didik yang membaca buku jenis lainnya baik di sekolah maupun di rumah hanya segelintir. Padahal budaya membaca ini harus ditanamkan sejak dini sehingga dapat menjadi kebiasaan yang melekat dalam diri anak hingga ia dewasa nantinya.
Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat dalam meningkatkan minat literasi pada peserta didik. Guru dapat meminta setiap peserta didik membaca satu cerita di rumah setiap hari. Keesokan harinya, sebelum memulai pembelajaran peserta didik diminta menceritakan kembali cerita yang telah dibacanya.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara bergiliran setiap harinya. Jadi, satu hari ada satu anak yang menceritakan kembali cerita yang telah dibacanya.
Bagi anak kelas 1 SD yang belum bisa membaca dapat meminta bantuan orang tua untuk menceritakannya sambil belajar membaca. Dengan demikian, pelibatan orang tua sangat diperlukan dalam kegiatan ini untuk membimbing serta mengawasi anak membaca di rumah.
Adapun dari pihak sekolah dapat menyediakan fasilitas berupa buku di setiap kelas sehingga apabila terdapat peserta didik yang tidak mempunyai buku dapat meminjam buku yang ada di kelas ataupun bisa membacanya ketika jam istirahat.
Apabila kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka minat literasi dalam diri peserta didik akan perlahan tumbuh dengan sendirinya.
Editor : Firman