RISIKO DIBALIK KERJASAMA PROYEK PEMBANGUNAN BAGI PERBANKAN

Oleh :
Zahra Safira
Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Akhir-akhir ini, negara Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan di bidang fisik antara lain jalan raya, pasar, jembatan penyebrangan, dan infrastruktur lainnya maupun di bidang non fisik yang meliputi ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, dan pembangunan manusia.

Salah satu bentuk realisasinya adalah pembangunan yang dilaksanakan berupa pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk perumahan khususnya rumah susun.

Di kota-kita besar, perkembangan pembangunan perumahan dalam bentuk rumah susun komersial seperti apartemen dan kondominium terjadi peningkatan yang cepat serta persaingan yang ketat dalam menarik konsumennya.

Salah satu bisnis hunian yang ada yaitu proyek Meikarta. Meikarta adalah proyek pembangunan kota baru dengan daya tamping mencapai dua juta penghuni yang berlokasi di Cikarang Selatan, Bekasi, dan Jawa Barat. Selama berjalannya proyek ini terdapat isu ketidaklengkapan perizinan pada proyek ini. Masalah perizinan dari proyek ini juga merupakan salah satu penyebab terhambatnya pembangunan Meikarta.

Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group, James Riady meminta maaf atas pemasaran yang dilakukan sebelum proses perizinan selesai.

Surat peringatan pun sudah dikeluarkan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang meminta proses pembangunan dan pemasaran Meikarta untuk sementara dihentikan sampai dengan proses perizinan selesai.

Akan tetapi, himbauan ini tidak diindahkan, proses pembangunan dan pemasaran tetap berjalan bahkan pada tahun 2017, Grand Lauinching produk ini tetap dilakukan dan 99.300 unit telah dipesan konsumen.

Setelah banyak isu-isu negatif terkait proyek pembangunan Meikarta ini, banyak konsumen mulai terhadap kelanjutan pembangunannya. Angsuran tetap mereka bayarkan, namun produk yang disepakati tidak kunjung diterima. Akhirnya para konsumen menunda pembayarannya bahkan meminta dana yang telah diangsurkan untuk ditarik Kembali.

Di sisi lain, perbankan yang ada di Indonesia juga turut ikut terlibat dalam bisnis ini. Mengutip dari laman penjualan Meikarta, aptmeikarta.com ada sejumlah penyalur yang diklaim sebagai penyalur KPA antara lain, PT NOBU Bank Tbk, PT Bank BJB Tbk, PT Maybank Indonesia Tbk, KEB Hana Bank, PT Bank Artha Graha Tbk, PT ICBC Indonesia Tbk, PT Bank Panin, PT CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Muamalat Tbk. Selain itu, ada dua bank plat merah yang disebut-sebut sebagai penyalur KPA Meikarta, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Sejumlah bank mulai menarik diri dari pembiayaan Kredit Pemilikan Apartemen atau KPA di megaproyek Meikarta karena proyek ini diduga melanggar ketentuan perizinan yang ada setelah KPK menangkap sejumlah orang terkait kasus suap di proyek ini. Akibat serangkaian penangkapan ini, para konsumen hingga bank yang membiayai kredit ikut mengambil sikap.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) akan mengkaji ulang pemberian kredit pemilikan apartemen (KPA) Meikarta seiring dengan bergulirnya proses hukum yang menimpa proyek pembangunan properti Group Lippo.

Direktur Bisnis Ritel BNI Tambok Simanjuntak mengatakan manajemen juga akan mengkaji kembali seluruh penyaluran KPA eksisting pada proyek Meikarta.

Berdasarkan kejadian tersebut, penting adanya manajemen risiko dan langkah mitigasi bagi para perbankan baik konvensional maupun syariah apabila ingin menyalurkan pembiayaan pada proyek pembangunan agar dapat menghindari risiko-risiko yang terjadi dari aktivitas bisnis yang dilakukan.

Jenis risiko yang mungkin terjadi terhadap perbankan dari penyaluran dana kepada proyek pembangunan tersebut antara lain, risiko investasi, risiko kredit, dan risiko likuiditas.

Pertama, risiko investasi. Risiko investasi adalah risiko yang timbul karena konsekuensi kontrak berupa profit-loss sharing pada akad mudharabah atau musyarakah. Misalnya debitor mengalami bangkrut sehingga bank Syariah akan menanggung kerugian atas prinsip akad pembiayaan ini.

Hal ini dapat terjadi ketika developer proyek pembangunan tersebut mengalami masalah keuangan karena membutuhkan dana yang besar dari investor. Akibatnya, proyek berhenti di tengah jalan dan para investor menarik Kembali dana mereka.

Kedua, risiko kredit. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi ketika terjadi kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini, apabila kita hubungkan dengan proyek pembangunan, developer proyek tidak dapat mengembalikan kredit pinjaman dari bank sehingga terjadi gagal bayar.

Ketiga, risiko likuiditas. Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau asset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

Risiko likuiditas juga adalah risiko yang muncul karena ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya membayar barang atau properti yang sudah disepakati pada akad murabahah. Bank gagal membayar sejumlah uang kepada pihak ketiga karena adanya mismatch antara perhitungan sumber dana yang masuk dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kewajiban pemenuhan kontrak pembiayaan.

Dalam hal ini dapat digambarkan ketika nasabah ingin menarik dananya dari bank namun ternyata dana tersebut disalurkan pada bisnis proyek pembangunan yang gagal. Akibatnya bank mengalami kerugian sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada nasabah.

Banyaknya risiko yang menghantui perbankan dari dilakukannya kontrak kerja sama dengan proyek pembangunan seperti rumah, apartemen, dan infrastruktur lainnya mengharuskan bank untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dananya. Bank juga dapat Menyusun Langkah mitigasi risiko agar dapat mengurangin terjadinya risiko-risiko yang tidak diharapkan.

Langkah mitigasi yang dapat dilakukan perbankan antara lain:

Selektif dalam memilih nasabah/mitra kerja sama dengan menegakkan prinsip 5C: character, capacity, capital, collateral dan condition.

Melakukan evaluasi Sistem Operasional Prosedur (SOP) pembiayaan dan pemeliharaan sistem informasi teknologi secara berkala.

Meneliti kembali aspek bisnis nasabah/mitra kerja sama.
Memperhatikan secara dini gejala pembiayaan bermasalah, dan memantau kinerja secara rutin.

Sumber:
Muchtar, M. (2021). Analisis risiko akad murabahah di perbankan syariah. Info Artha, 5(1), 67-74.
Robbi, A. S. (2019). Keabsahan Transaksi Jual Beli Properti Menggunakan Sistem Pre Project Selling Ditinjau Dari Hukum Perjanjian (Studi Kasus Proyek Meikarta Cikarang Kabupaten Bekasi) (Bachelor’s thesis, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Yesidora, Amelia. 2022. https://katadata.co.id/rezzaaji/indepth/63a3e5d0137b9/ruwetnya-kasus-meikarta-dalam-pusaran-korupsi-dan-tuntutan-pembeli diakses pada 27 Maret 2023
Pebrianto, Fajar. 2018. https://bisnis.tempo.co/read/1139839/proyek-meikarta-bermasalah-sejumlah-bank-berhenti-alirkan-kredit diakses pada 27 Maret 2023
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181023191428-78-340841/ojk-mitigasi-risiko-bank-penyalur-kredit-apartemen-meikarta diakses pada 27 Maret 2023.

Editor : Firman

Ikuti Kami di :
banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.