Kedua hadits di atas memberikan isyarat bahwa ukuran hidup dan matinya seseorang hakikatnya ditentukan dengan kondisi hatinya.
Jika hatinya berdzikir mengingat Allah maka ia adalah makhluk hidup. Namun jika hatinya lalai dari mengingat Allah maka ia adalah mayit meski tubuhnya masih bernyawa.
Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan lewat sabdanya agar setiap muslim menjadikan rumahnya sebagai tempat dzikir. Tidak hanya dijadikan sebagai tempat tidur, makan, buang hajat dan keperluan umum lainnya harus ada fungsi ibadahnya.
Pembaca yang dirahmati Allah
Adapun menjadikan rumah sebagai tempat dzikir maknanya sangat luas, tidak terbatas ucapan dzikir saja. Karena perbuatan taat kepada Allah secara umum termasuk bagian dari dzikir.
Setidaknya ada beberapa amalan yang dikatagorikan sebagai amalan dzikir yang bisa dilakukan di rumah.
Pertama, Mendirikan shalat.
Shalat bagian dari dzikir. Karena Allah Ta’ala berfirman:
“Dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Tha-Ha: 14)
Saat seorang muslim mendirikan shalat pada hakikatnya ia sedang berdzikir. Sehingga, saat seorang hamba mendirikan shalat di rumah maka ia telah menjadikan rumahnya sebagai tempat dzikir.
Oleh karena itu, Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan ia sebagai kuburan” (HR. Al Bukhari no. 432, 1187, Muslim no. 777)
Imam An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, makna shalat dalam hadits ini adalah shalat sunnah. Sehingga maknanya, kerjakanlah shalat-shalat sunnah kalian di rumah. Jangan jadikan seperti kuburan yang kosong dari ibadah shalat. (Syarh Shahih Muslim, 6/67)
Pembaca rahimakumullah
Kedua, Membaca Al Qur’an
Membaca Al Qur’an pun bagian dari amalan dzikrullah. Karena Allah mensifati Al Qur’an dengan Adz Dzikir (pengingat).