Penulis :
Nisrina Mahirah Nurfadhilah
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Angkatan 2020
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)
Di tengah era pandemi, berbagai macam bidang harus dihadapakan dengan berbagai macam risiko yang harus dihadapi demi mempertahankan sebuah perusahaan. Salah satunya pada perbankan syariah.
Pada perbankan syariah memerlukan berbagai rangkaian manajemen risiko seperti mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang akan timbul dari kegiatan usaha.
Adapun pengertian dari manajemen risiko merupakan serangkaian proses yang meliputi identifikasi, mengukur, memonitor dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. Oleh karena itu, manajemen risiko sangat diperlukan untuk mengurangi risiko apa saja yang akan dihadapi oleh bank itu sendiri.
Berbagai macam risiko yang ada dalam perbankan syariah antara lain :
Risiko Kredit
Risiko Pasar
Risiko Likuiditas
Risiko Operasional
Risiko Hukum
Risiko Reputasi
Risiko Stratejik
Risiko Kepatuhan
Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)
Risiko Investasi (Equity Investment Risk).
Dari berbagai macam risiko yang ada dalam perbankan syariah diatas, saat menghadapi era pandemi, perbankan syariah dapat melakukan strategi manajemen risiko antara lain sebagai berikut :
Strategi Manajemen Risiko Kredit (Pembiayaan) Perbankan Syariah di Era Pandemi Covid-19
Pembiayaan merupakan proses yang dimulai dari analisis kelayakan hingga pelaksanaan pembiayaan. Pada saat mengeksekusi atau persetujuan pembiayaan dari bank syariah. Bank syariah wajib melakukan pengawasan dan pemantauan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kredit macet. Bank syariah juga harus mampu menganalisis penyebab pembiayaan bermasalah untuk dapat melakukan upaya guna menghidupkan kembali kualitas pembiayaan.
Pandemi Covid-19 bisa berdampak besar pada sektor keuangan syariah, khususnya perbankan syariah. Strategi manajemen risiko kredit (pembiayaan) perbankan syariah merupakan sektor keuangan yang diterapkan oleh bank syariah.
Berdasarkan data OJK 2020, pembiayaan perbankan syariah sebagian besar disalurkan pada Sektor Bukan Lapangan Usaha seperti untuk Pemilikan Rumah Tinggal Rp83,7 triliun, dan untuk Pemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya yang termasuk Multiguna Rp55,8 triliun.
Namun, pembayaran bank syariah juga cukup besar di sektor korporasi, antara lain sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 37,3 triliun, konstruksi sebesar 32,5 triliun, dan manufaktur sebesar 27,6 triliun.
Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian itu diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbakan selalu tinggi sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
Strategi Manajemen Risiko Operasional Perbankan Syariah di Era Pandemi Covid-19
Salah satu masalah perbankan syariah terkait dengan risiko operasional, yang secara mengejutkan umum terjadi di lembaga keuangan mana pun, baik bank maupun lembaga lainnya. Akhir-akhir ini atau selama beberapa bulan terakhir tahun 2020 dunia dikejutkan dengan situasi dimana krisis ekonomi ini melanda dunia perbankan termasuk dunia perbankan syariah di Indonesia.
Penutupan beberapa unit perbankan. Kantor- kantor unit seperti kantor kas, kantor cabang pembantu atau layanan bank dipindahkan ke kantor cabang hal ini dilakukan untuk menghindari risiko operasional bank. Kemudian ada bank yang beroperasi secara split operation dimana 50% karyawan di PHK dan sisanya tetap beroperasi seperti biasa. Biaya operasional bank juga meningkat tahun ini. Dalam hal ini, risiko operasional bank muncul bila dikaitkan dengan keberadaan manajemen operasional bank, termasuk perbankan syariah. Risiko operasional adalah salah satu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakcukupan proses internal bank, kegagalan proses internal, human error dan kesalahan sistemik serta penyebab eksternal.
Berikut adalah beberapa strategi risiko operasional Perbankan Syariah di era pandemi Covid-19 :
Berupaya memberikan layanan kemudahan bagi usaha masyarakat kecil dan mikro, pelayanan bukan hanya berpusat di perkotaan tetapi juga di daerah termasuk pelosok daerah.
Memberikan literasi dan sosialisasi pengenalan fitur layanan terus diupayakan, karena masyarakat ada yang mengetahui keberadaan layanan lembaga keuangan, namun tidak bisa membedakan mana yang layanan syariah mana yang konvensional termasuk kalangan pelajar.
Banyak melakukan literasi dan pengenalan pada fitur layanan yang ada kaitannya dengan google, karena hampir semua anak-anak millennial, termasuk di youtube, facebook, instagram dan social media lainnya.
Memasuki era disrupsi perkembangan lembaga keuangan syariah harus terus diupayakan, dengan terus beradaptasi mengenali keadaan dan bertransformasi sesuai dengan tingkat kebutuhan saat ini.
Mengkolaborasikan layanan berupa fitur-fitur dengan kerjasama dengan perusahaan lain, kerjasama dengan fintech, perusahaan jasa penerbangan, menjadi sponsor, atau berkolaborasi dengan sesama lembaga keuangan syariah.
Editor : Firman