Tradisi Ruwatan, Pembersihan Spiritual Anak-anak Dalam Kategori Sukerto

KENDAL, Beritategas.com – Kemajuan teknologi yang pesat, tidak menyurutkan tradisi turun temurun warisan nenek moyang, khususnya kebudayaan Jawa. Salah satu contohnya adalah tradisi Ruwatan, sebuah upacara yang dijalankan sebagai bentuk pembersihan spiritual untuk anak-anak yang dianggap Sukerto, Rabu (8/11/2023)

Menurut Mbah Slamet Kholidin, sesepuh Dusun Pesanggrahan, terdapat kriteria khusus Anak-anak kategori Sukerto yang menentukan perlunya ruwatan. Kriteria itu antara lain :
1. Anak tunggal laki-laki disebut ontang anting.
2. Anak tunggal perempuan disebut unting unting.
3. Dua anak laki-laki disebut uger uger lawang.
4. Satu anal laki-laki dan satu anak perempuan disebut kedhana kedhini.
5. Dua anak perempuan disebut kembang sepasang.
6. Tiga anak laki-laki disebut cukit dulit.
7. Tiga anak perempuan disebut gotong mayit.
8. Tiga anak (laki-laki, perempuan, laki-laki) disebut sendang kapit pancuran.
9. Tiga anak (perempuan, laki-laki, perempuan) disebut pancuran kapit sendang.
10. Empat anak perempuan disebut sarimbi
11. Empat anak laki-laki disebut saramba
12. Empat anak (laki-laki, perempuan, laki-laki, perempuan) disebut gilir kacang.
13. Lima anak laki-laki disebut pandhawa.
14. Lima anak perempuan disebut pendhawi.
15. Empat laki-laki satu perempuan disebut ngayoni.

Anak-anak yang memenuhi kriteria tersebut perlu menjalani ruwatan untuk membersihkan diri dari kesialan sepanjang hidupnya. Tradisi ini memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan dan keberkahan keluarga.

Pada sebuah upacara Ruwatan yang dilakukan oleh keluarga Bapak Prayit dan Ibu Ruswati, mereka mengundang sesepuh Mbah Samsi dan grup kesenian Jaran Kepang Wahyu Manunggal Setyo Budoyo.

Upacara tersebut dilakukan untuk dua putri mereka, Mei Dewi Ratna Sari dan Rosiana Dewi Pratiwi, yang termasuk dalam golongan kembang sepasang.

Prayit menyampaikan harapannya, “Semoga setelah ruwatan ini, saya sekeluarga, dan kedua putri saya diberi kesehatan, dijauhkan dari balak bencana, dan diberikan rejeki yang melimpah oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa”.

Upacara ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan sebuah wujud kepercayaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur yang tetap dijaga meski zaman terus berkembang.

Kriteria yang disampaikan Mbah Slamet Kholidin menjadi panduan dalam merayakan tradisi ini, menjaga kelestarian budaya Jawa dalam bingkai zaman yang terus berubah.

Pewarta : Pujiono
Editor : Firman

Ikuti Kami di :banner 300x250
banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.