SEMARANG, Beritategas.com – Viral video yang diunggah pengacara Hotman Paris Hutapea tentang seorang ibu yang mengadukan anaknya yang meninggal akibat dugaan penganiayaan di sebuah pesantren di Masaran Kabupaten Sragen, mendapat respon dari Polda Jateng, Minggu (16/04/23).
Dalam video tersebut, Hotman Paris mengungkap bahwa ibu tersebut datang ke kafe Joni dan mengeluhkan tentang tersangka penganiaya anaknya yang tidak ditahan.
Bahkan di hadapan Hotman Paris, wanita tersebut menyebut adanya dua provokator dalam aksi penganiayaan anaknya yang juga tidak ditahan oleh Polisi.
Terkait perkara ini, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy merespon dirinya telah berkoordinasi dengan Polres Sragen dan memperoleh sejumlah fakta. Disebutnya, perkara tersebut sudah ditangani secara profesional dan prosedural.
“Fakta hukum yang sebenarnya perlu disampaikan, sehingga masyarakat tidak menjadi bingung atau mendapat berita yang kurang benar,” kata Kabid Humas, Minggu malam (16/4/2023).
Dijelaskannya, kejadian penganiayaan yang dimaksud terjadi pada malam hari tanggal 22 November 2022 silam. Seorang santri berinisial D (15) mengalami penganiayaan dari seorang santri lain berinisial MH (16).
“Pelaku sebenarnya ingin memberikan hukuman fisik pada korban karena ada pelanggaran. Dia memukul korban dua (2) kali dan menendang korban satu (1) kali. Kepala korban sempat membentur lemari dan kemudian ditolong temannya. Singkat cerita, Korban mengalami kejang dan sempat dibawa ke rumah sakit PKU Muhammadiyah Sragen namun akhirnya dinyatakan meninggal dunia,” ungkapnya.
Terkait dengan hal ini, Polres Sragen langsung mengadakan pendalaman dan menyidik kasus tersebut. Penyidik langsung menetapkan santri MH sebagai tersangka.
“Dia disangkakan melakukan tindak pidana dan diancam hukuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 Ayat 3 Jo 76c UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” terang Kabid Humas.
Adapun alasan penyidik tidak melakukan penahanan pada tersangka, lanjutnya, hal itu dikarenakan tersangka MH berusia 16 tahun 8 bulan pada saat kejadian. Berkaitan dengan pasal 32 ayat ayat 1 UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Pidana Anak, penahanan anak sebagai upaya terakhir apabila memperoleh jaminan dari orang tua nya atau walinya.
“Pun demikian dalam proses penyidikan pelaku kooperatif terhadap penyidik yaitu selalu absen pada hari Senin dan Kamis di Polres Sragen tentunya dengan permohonan permintaan tidak ditahan, serta sanggup sewaktu waktu hadir apabila dibutuhkan dalam proses penyidikan menjadi alasan subyektif penyidik terhadap pelaku (anak) untuk tidak dilakukan penahanan,” tandasnya.
Kabid Humas memastikan proses penyidikan perkara yang dilakukan penyidik Polres Sragen tetap berjalan sesuai prosedur sebagaimana mestinya sampai dengan saat pelimpahan Pelaku anak beserta Barang buktinya ke kejaksaan (Tahap 2).
“Dan saat ini, perkara dimaksud sudah masuk pada tahap persidangan. Adapun penyidik tetap menunggu perkembangan fakta-fakta persidangan. Bila ada pihak lain yang terbukti turut serta ikut melakukan dan dapat dimintai pertanggung jawaban pidana, maka akan segera ditindaklanjuti dan diproses sebagaimana mestinya,” pungkasnya.
Pewarta : Widiyo Prakoso
Editor : Firman